Puncak Pekan HAM, Bima Arya Singgung Sejumlah Kasus HAM di Bogor
Di samping itu, tambah Bima, dirinya juga turut menyinggung atau mengkritisi KHUP. Salah satunya terkait pasal menghina pemerintahan yang sah.
"Nomor dua agenda kita reformasi hukum, sehingga HAM ini betul-betul sesuatu yang bisa disepakati dan dipercaya bersama. Hari ini kita harus mengkritisi RKUHP, saya setuju itu. Pasal 204 ayat 1, saya kira harus dibahas secara terbuka oleh bangsa ini. Menghina pemerintahan yang sah itu bisa kena pasal, batasan menghina itu apa sih?" katanya.
Menurutnya, sebagai pemimpin harus siap menerima dikritisi bahkan dicaci maki. Hal itu sebagai bagian konsekuensi menjadi penguasa pemerintahan.
"Saya sebagai Wali Kota harus siap untuk menerima dibully, dicaci, dihina kok. Karena itu konsekuensi penguasa. Jadi ini membuka satu wilayah abu-abu yang sangat luas soal definisi hina," cetusnya.
Lalu, terkait dengan ruang berekpresi masyarakat. Seharusnya, pemerintah bergerak menjadi fasilitator karena sekaranv ini eranya civil society.
"Ada lagi persoalan terkait dengan ekspresi kita. Kalau ekspresi koridornya bahaya. Kita ini memasuki fase dimana pemerintah ini bergerak menjadi fasilitator, bukan lagi diktator, bukan lagi penentu kebijakan dan kebenaran. Sekarang ini eranya komunitas, eranya warga berbicara, eranya civil society yang harus kita buka ruang," tutupnya.
Editor : Lely Anggoro Putri