Dia juga menjelaskan, dampak kekerasan seksual terhadap korban seperti anak menjadi pribadi yang tertutup dan tidak percaya diri, timbul perasaan bersalah, stres, bahkan depresi, timbul ketakutan atau fobia tertentu, mengidap gangguan traumatik pasca kejadian, susah makan dan tidur, mendapat mimpi buruk, mudah merasa takut, dan cemas berlebihan.
Selain itu, sambung Hesti, pelaku biasanya dijerat Tindak Pidana Perbuatan Cabul Terhadap Anak di Bawah Umur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 UU RI Nomor 17 tahun 2016 dan Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua UU RI Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 289 KUHP dengan ancaman kurungan penjara paling lama 15 tahun dan denda Rp 5.000.000.000.
Sementara, ditambahkan, Unit Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Wulan mengatakan, sebagian besar kasus kekerasan seksual terhadap anak, terjadi di lingkungan tempat tinggal, bahkan pelaku kerap kali merupakan orang dekat.
Salah satu contohnya, kasus seorang anak berinisial M (11) yang mendapatkan pelecehan seksual dari E (50) sejak usia 9 tahun. Modus pelaku dalam melancarkan aksi bejatnya terhadap korban dengan cara merayu kemudian dibawa ke kamar. Aksinya itu setiap kali dilakukan saat M (11) tengah bermain di rumah pelaku bersama cucunya.
"Pelaku biasanya menyuruh cucunya untuk membeli barang ke warung, setelah cucunya pergi, pelaku baru bisa melancarkan perbuatannya terhadap korban, itu terus terjadi setiap pelaku melakukan kejahatan seksual pada korban," jelasnya
Berdasarkan keterangan dari Wulan, usai melecehkan korban, pelaku selalu memberikan ancaman terhadap korban, agar korban tidak bercerita terhadap orang lain.
Editor : Eka Dian Syahputra