Seperti diketahui revitalisasi Pasar Cibitung menggunakan sistem BGS dengan PT Citra Prasasti Konsorindo sebagai pemenang. Namun, pada proses pembangunan terjadi sejumlah hambatan, di antaranya karena persoalan internal pengembang.
Di sisi lain pedagang dirugikan karena mereka sudah diminta membayar kios namun kios yang dijanjikan tidak juga selesai dibangun.
Dosen Ilmu Hukum UGM selaku saksi ahli, Richo Andi Wibowo menjelaskan, tujuan BGS sebagai jalan keluar dari rencana pembangunan yang memerlukan anggaran besar. Untuk meminimalisasi anggaran, investor diajak bergabung untuk membiayai pembangunan.
“Si pemerintah punya masalah pengen punya pasar tapi gak punya dana, pedagang punya masalah juga dia ingin tertata. Jalan keluarnya adalah ada investor masuk, investor masuk untuk memperbaiki semua,” ucapnya.
Namun yang terjadi pada Pasar Cibitung, investor malah mengutip uang ke para pedagang untuk pembangunan revitalisasi pasar. Langkah ini yang dianggap keliru.
“Namanya investor ini hakikatnya seperti orang bercocok tanam, dia mencangkul dia menanam biji, dia memberi pupuk dan memberi air, nanti memetiknya belakangan, jangan dia metik duluan. Kalau melihat kejadian ini kan si investor metik duluan jadi di situ kan disitu letak masalahnya,” ucapnya.
Menurut dia, berdasarkan peraturan pemerintah mengenai kerja sama barang milik negara atau daerah, investor berhak menarik atau mengutip uang setelah bangunannya telah selesai dibangun, bukan saat proses pembangunan. “Ini melanggar konseptual, seharusnya tidak seperti ini,” katanya.
Sementara itu, tahapan gugatan ini masih akan terus berlanjut. Rencananya Pengadilan Negeri Kabupaten Bekasi bakal bersidang langsung di lokasi Pasar Cibitung untuk mengetahui kondisi di lapangan.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta