BEKASI, iNews.id- Pondok Gede, sebuah kecamatan di Kota Bekasi yang berbatasan antara Jakarta dan Bekasi, memiliki sejarah yang menarik. Nama Pondok Gede diperkirakan berasal dari sebuah bangunan besar yang didirikan sekitar tahun 1775 oleh Pendeta Johannes Hooyman, seorang ahli etnografi Belanda.
Dilansiir dari laman bekasi.go.id Hooyman yang merupakan seorang pendeta ini membangun bangunan besar di tanah luasnya untuk melakukan percobaan pertanian dan mengamati para petani.
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui tanaman mana yang cocok untuk ditanam di tanah Jawa dan bagaimana cara menanam tanaman dari negara, pulau, atau benua lain di Jawa.
Salah satu prestasi dari eksperimen ini adalah berhasilnya budidaya tanaman kopi di Indonesia. Awalnya, kopi tidak dapat tumbuh di tanah Indonesia, namun melalui upaya ilmuwan Belanda, kopi akhirnya berhasil dibudidayakan dan menjadi komoditi ekspor utama mereka.
Meskipun versi yang berkembang menyebut nama Pondok Gede berasal dari pondok Hooyman yang besar, faktanya, menurut ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia), nama Pondok Gede sudah ada sebelum tahun 1746.
Gubernur VOC G. W. Van Imhoff pada tanggal 1 Februari 1746, memberikan izin untuk pendirian pasar di Bekasi dan Pondok Gede, menunjukkan bahwa nama ini telah digunakan sebelumnya.
Pondok Gede juga memiliki ikonnya sendiri, yaitu sebuah pondok yang menjadi landmark di daerah tersebut. Sayangnya, pondok ini akhirnya dirobohkan untuk pembangunan Plaza Pondok Gede.
Bangunan tersebut memiliki atap yang sangat besar, dengan lantai pertama bergaya terbuka Indonesia (joglo) dan bagian depan bertingkat dua bergaya tertutup Belanda.
Pada tahun 1800, kepemilikan rumah dan tanah Hooyman beralih ke Leendert Miero alias Juda Leo Ezekielasal Polandia. Salah satu bangunan yang masih bertahan hingga saat ini adalah yang sekarang menjadi Gedung Arsip Nasional.
Luas tanah di sekitar rumah Hooyman mencapai 325 hektare, awalnya merupakan kebun sereh, kemudian berpindah tangan menjadi perkebunan karet. Pada tahun 1946, tanah tersebut beralih ke NV Pago Rado dan pada 1962, dibeli oleh TNI AU (Inkopau).
Pada tahun 1987, Inkopau mengajukan rencana pembangunan pusat rekreasi dan pembelanjaan di area Pondok Gede kepada Gubernur DKI Jakarta. Meskipun berencana melestarikan bangunan bersejarah sebagai sentra taman rekreasi. Pada tahun 1992, bangunan tersebut dirobohkan dan digantikan oleh Mal Pondok Gede.
Pembongkaran itu terjadi meski bangunan tersebut dilindungi oleh Undang-Undang Kepurbakalaan. Hingga saat ini, nama Pondok Gede tetap abadi sebagai nama jalan penghubung antara Jakarta dan Jawa Barat.
Editor : Wahab Firmansyah