BEKASI, iNewsBekasi.id- Pengurus Pusat Ikatan Alumni Sekolah Kehutanan Menengah Atas (SKMA) mengungkap lima tantangan yang akan dihadapi pemerintahan Presiden RI terpilih Prabowo Subianto. Hal ini terkait laporan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya kepada Tim Prabowo yang mengklaim deforestasi pada eranya dapat ditanggulangi secara signifikan pada Minggu 29 September 2024 lalu.
Ketum PP IKA SKMA Irwan mengatakan, memerangi deforestasi dan mendorong kehutanan berkelanjutan di Indonesia secara efektif memerlukan upaya untuk mengatasi beberapa tantangan potensial. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan solusi terpadu yang mencakup strategi hukum, teknologi, ekonomi, dan sosial.
"Penerapan solusi-solusi ini memerlukan pendekatan terkoordinasi yang melibatkan tindakan pemerintah, partisipasi masyarakat, kerja sama internasional, dan keterlibatan sektor swasta," kata Irwan kepada wartawan, Jumat (4/10/2024).
Doktor Kehutanan Universitas Mulawarman ini memaparkan lima tantangan deforestasi yang akan dihadapi pemerintahan Prabowo, berikut dengan solusinya.
Pertama, penegakan hukum yang tidak memadai masalah. "Meskipun memiliki kerangka hukum yang kuat, Indonesia sering mengalami kesulitan dalam penegakan hukum kehutanan karena keterbatasan sumber daya, korupsi, dan luasnya wilayah yang sulit diawasi," ujarnya.
Adapun solusinya, yakni mengalokasikan lebih banyak sumber daya untuk meningkatkan kapasitas lembaga penegak hukum, termasuk memberikan gaji yang lebih baik bagi pejabat kehutanan untuk mengurangi insentif korupsi, menerapkan teknologi pemantauan canggih seperti citra satelit dan drone untuk mencakup wilayah yang lebih luas dengan sumber daya yang lebih sedikit.
"Kemudian memperkuat kemitraan dengan badan-badan penegak hukum internasional untuk meningkatkan kapasitas pemantauan dan penegakan hukum," ujar.
Kedua, menurut dia, adanya tekanan ekonomi dan konflik pertanahan. Dijelaskannya manfaat ekonomi dari deforestasi, seperti pendapatan dari penebangan dan pembukaan lahan untuk pertanian sering kali lebih besar ketimbang manfaat dari konservasi hutan.
Masalah kepemilikan lahan yang tidak terselesaikan juga sering kali menimbulkan konflik. Untuk itu, Ketua DPD Demokrat Kalimantan Timur (Kaltim) ini memberikan beberapa solusi di antaranya, mengembangkan insentif ekonomi seperti pembayaran jasa ekosistem (PES) yang memberikan kompensasi kepada pemilik lahan dan masyarakat karena menjaga keutuhan hutan, menerapkan sistem sertifikasi tanah yang lebih efisien untuk menyelesaikan perselisihan dan mengakui hak-hak adat atas tanah, sehingga mengurangi konflik dan penggunaan tanah tanpa izin.
"Juga mendukung transisi menuju praktik pertanian berkelanjutan yang meningkatkan hasil panen tanpa memperluas lahan, seperti agroforestri," tuturnya.
Ketiga, Irwan menjelaskan, tentang kurangnya keterlibatan masyarakat lokal. Selama ini, masyarakat lokal sering kali merasa tidak terhubung dengan keputusan yang diambil mengenai penggunaan lahan di wilayah mereka, sehingga dapat menimbulkan penolakan terhadap inisiatif konservasi dan bahkan keterlibatan dalam kegiatan ilegal.
Solusinya adalah memperluas program perhutanan sosial yang memberdayakan masyarakat untuk mengelola sumber daya hutan secara berkelanjutan, memberikan pendidikan dan pelatihan kepada anggota masyarakat mengenai praktik berkelanjutan dan manfaat konservasi, juga pelibatan pemimpin lokal dalam pengambilan keputusan.
"Melibatkan pemimpin lokal dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan untuk memastikan bahwa strategi konservasi sesuai dengan budaya dan diterima secara luas," terangnya.
Keempat, ketergantungan ekonomi global, di mana perekonomian Indonesia sangat bergantung pada ekspor seperti minyak sawit dan kayu, yang terkait dengan deforestasi. Sehingga, mengurangi deforestasi mungkin berdampak pada sektor-sektor ekonomi ini.
Maka, menurut Irwan, solusinya adalah mendorong diversifikasi ekonomi di wilayah yang bergantung pada industri yang banyak melakukan deforestasi, mempromosikan dan mewajibkan sertifikasi untuk minyak sawit dan produk kayu untuk memastikan produk tersebut memenuhi standar keberlanjutan internasional, guna mempertahankan pasar ekspor sekaligus mengurangi dampak lingkungan.
"Bekerja sama dengan badan-badan internasional untuk memastikan bahwa perjanjian perdagangan mencakup klausul lingkungan hidup yang kuat yang mendukung praktik produksi berkelanjutan," papar Irwan.
Terakhir, tantangan dampak perubahan iklim, yang memperburuk tekanan terhadap hutan Indonesia melalui peningkatan frekuensi kebakaran hutan dan perubahan pola curah hujan, sehingga dapat menghambat upaya reboisasi.
Adapun solusinya, fokus pada penanaman spesies yang beragam dan tahan iklim untuk meningkatkan kemampuan beradaptasi di kawasan yang dihutankan kembali, mengembangkan strategi pengelolaan kebakaran dan kekeringan yang komprehensif yang mencakup sistem peringatan dini dan kemampuan tanggap cepat.
"Mencari dukungan internasional untuk proyek adaptasi skala besar yang bertujuan membuat praktik kehutanan lebih tahan terhadap perubahan iklim," imbuhnya.
Irwan menambahkan, dengan mengatasi tantangan-tantangan ini melalui strategi yang ditargetkan, Indonesia dapat mencapai kemajuan yang signifikan dalam memerangi deforestasi dan mendorong kehutanan berkelanjutan.
"Sehingga menghasilkan hasil lingkungan, ekonomi, dan sosial yang lebih baik," harap Ketum Cakra AHY (Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono) itu.
Editor : Wahab Firmansyah