61.000 Jiwa Terdampak Banjir, 48.207 Warga Kabupaten Bekasi Mengungsi

BEKASI, iNewsBekasi.id– Pemkab Bekasi menyatakan sebanyak 61.648 jiwa terdampak banjir yang melanda Kabupaten Bekasi. Pemkab Bekasi telah menetapkan status tanggap darurat bencana usai banjir besar merendam separuh wilayahnya.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bekasi ada sebanyak 61.648 jiwa terdampak, dengan 48.207 warga terpaksa mengungsi di 14 titik pengungsian.
Banjir melanda 51 desa di 16 kecamatan, dengan ketinggian air bervariasi antara 20 cm hingga lebih dari 1,5 meter. Wilayah yang paling parah terdampak antara lain Desa Sukamekar, Desa Buni Bakti, Desa Kedung Pengawas, serta beberapa desa di Kecamatan Cikarang Selatan, Setu, dan Cibarusah.
Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang turun langsung meninjau wilayah terdampak. Ade menemukan banyak rumah warga dalam kondisi tidak layak huni dan meminta camat segera melakukan pendataan.
“Ada hikmahnya dari musibah ini. Kita jadi tahu ada rumah warga yang sudah tidak layak pakai. Ini akan masuk dalam program 100 hari kerja untuk perbaikan rumah tidak layak huni (rutilahu),” kata Ade di Kampung Ranca Iga, Desa Cipayung, Cikarang Timur pada Rabu (5/3/2025).
Ade memastikan status tanggap darurat sudah dinaikkan, sehingga anggaran bisa segera dialokasikan untuk bantuan korban banjir. “Dengan status ini, anggaran bisa langsung disalurkan kepada warga yang membutuhkan,” ujarnya.
Untuk memenuhi kebutuhan warga terdampak, Pemkab Bekasi telah menggerakkan dapur umum dan meningkatkan patroli keamanan di lokasi pengungsian, terutama bagi ibu hamil dan balita yang membutuhkan perhatian khusus.
Selain itu, distribusi bantuan akan lebih efektif dengan sistem pengantaran langsung ke rumah warga yang kesulitan mengakses posko bantuan. “Jika ada warga yang kesulitan, kita akan distribusikan door-to-door,” tuturnya.
Ade menyoroti buruknya tata ruang sebagai salah satu faktor yang memperparah banjir. Ia menilai alih fungsi lahan yang tidak terkendali membuat daerah resapan air semakin berkurang.
“Jangan sampai lahan pertanian berubah jadi kawasan perumahan atau ruko secara sembarangan. Ini harus dianalisis lebih dalam agar tidak terus terulang,” ucapnya.
Editor : Wahab Firmansyah