PERWIRA menengah Kopassus Letkol Untung Pranoto malang melintang di dunia lembah hitam sebelum menjadi perwira di Korps Baret Merah ini. Untung adalah preman yang paling disegani di Semarang, Jawa Tengah.
Disarikan dari Kopassus untuk Indonesia, Untung bosan dengan kehidupan di terminal sebagai preman. Saat itu, dia mendapat kabar adanya perekrutan anggota TNI.
Dia pun mencoba mendaftar. Kala itu, Untung datang dengan memakai kaos singlet dan rambut gondrong gaya preman terminal saat mendaftar masuk TNI. Kedatangannya itu langsung ditolak oleh petugas pendaftaran. Namun Untung tidak putus asa, dia mendaftar kembali dengan memotong rambut serta berpakaian rapi.
Tidak lupa dia meminta doa restu kepada ibunya. Berbekal dua lembar ijazah (SD dan SMP), Untung memberanikan diri mendaftar jadi TNI.
"Kalau saya tidak menjadi tentara, saya akan menjadi bajingan," ujar Untung dalam hati saat hendak mendaftar. Setelah menjalani seleksi yang cukup panjang, Untung Pranoto diterima dan mengikuti pendidikan Tamtama TNI AD. Dia pun akhirnya lulus dan menyandang pangkat Prajurit Dua (prada).
Seiring berjalannya waktu, Untung lolos menjadi anggota baret merah Kopassus. Karier Untung di pasukan komando sangat moncer. Ia bahkan sudah 17 kali naik pangkat, prestasi tersebut sangat jarang terjadi. Saat ditanya apa modalnya, ia hanya selalu menjawab "Tuhan sudah berbaik hati".
Sebagai perwira TNI, Untung bertugas mengurus tata tertib. Tugasnya menegur, mengajari dan menyentil tentara yang tidak disiplin. Serta selalu berusaha memberikan nasihat kepada para juniornya, untuk bersikap loyal kepada siapapun yang memimpin.
Letkol Untung Pranoto adalah sosok tentara yang membawa loyalitas tinggi terhadap pekerjaannya di TNI AD. Saat kisah Letkol Untung dibagikan, dia masih berpangkat Letnan Kolonel dengan jabatan Pabandya Tatip Makopassus.
Novelis kondang Tere Liye pernah membuat suatu tulisan dan cocok dengan Letkol Untung Pranoto, yakni:
"Segala sesuatu yang baik selalu datang di saat terbaiknya. Persis waktunya, tidak datang lebih cepat maupun lebih lambat. Seperti jodoh, pekerjaan, rezeki, pertolongan, dan sebagainya. Itulah kenapa rasa sabar itu harus disertai keyakinan,"
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait