MALANG, iNewsBekasi.id - Orangtua dan keluarga korban tragedi kanjuruhan Malang yang sebelumnya mengajukan adanya autopsi, kini justru membatalkannya.
Orangtua korban tragedi Kanjuruhan Malang mengakui pembatalan itu akibat adanya sejumlah anggota kepolisian yang mendatangi rumahnya pasca adanya persetujuan surat pernyataan autopsi.
Devi Athok (43) ayah dari dua orang anak yang jadi korban tragedi Kanjuruhan mengaku awalnya dia membuat surat pernyataan bersedia autopsi pada tanggal 10 Oktober 2022 lalu.
Tetapi pada tanggal 11 Oktober 2022 dia tiba-tiba menerima telpon dari Polsek Bululawang dan Polres Malang, dia pun memutuskan untuk "mengungsi" ke rumah keluarga almarhum istrinya di Wajak.
"Tujuannya menghindar, karena enggak berani. Itu saya sorenya enggak ada di rumah (kalau didatangi polisi)," ujar Devi Athok ditemui di rumahnya di Desa Krebet Senggrong, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, pada Rabu malam (19/10/2022).
Setelah itu dikatakan Devi, rumahnya didatangi sejumlah anggota kepolisian hingga tiga hari berturut-turut hingga Senin 17 Oktober 2022. Di tanggal 11 Oktober misalnya, rumahnya didatangi empat orang anggota kepolisian menggunakan pakaian kemeja putih, sementara di tanggal 17 Oktober anggota kepolisian datang pada pagi hari. Padahal oleh Devi, dia telah meminta ke polisi untuk menemui pengacaranya langsung Imam Hidayat, tapi tak dihiraukan.
"Saya suruh nemuin Pak Imam nggak mau, hampir tiap hari ke sini, langsung ke sini, sampai tiga hari, sampai 17 (Oktober). Hampir tiap hari ke sini, tanggal 11 ke sini. Senin itu terakhir melalui telpon. Empat orang (datang ke rumah) pertama, pakai putih PDL pas maghrib. Yang tanggal 17 itu pagi, jam 7 sudah ditelponi, tak olor - olor (tak tunda-tunda), nunggu Pak Imam," ujarnya.
Devi mengaku meski tak ada kata-kata ancaman, tapi tindakan aparat kepolisian yang datang ke rumahnya seperti menjadi ancaman psikis bagi keluarganya, apalagi dia baru ditinggal dua anak perempuannya dalam tragedi Kanjuruhan.
Bahkan saat Devi pergi ke Stadion Kanjuruhan pada Sabtu (8/10/2022) dia mengaku juga diintai oleh beberapa orang yang berpakaian preman, tetapi dia tak bisa memastikan apakah itu polisi atau tidak. Tetapi yang jelas ketika dia masuk pintu Stadion Kanjuruhan bersama sang kakak, dia melihat beberapa orang mengambil foto ke arahnya dengan handphone secara sembunyi-sembunyi, tetapi dia menyadarinya.
"Ngerasa ada yang diawasi ke Kanjuruhan, itu dikawal kakak adalah, hari Sabtu ke Kanjuruhan, gerak-gerik saya diawasi. Di pintu Kanjuruhan ada yang memoto, merekam waktu saya di Kanjuruhan. Saat itu ada didatangi Polsek, tanggal 8 ke Kanjuruhan, diawasi saja. Tapi enggak ada perkataan, cuma takut, sudah dipantau, kalau intel kita enggak tahu," terangnya.
Dia pun kerap diingatkan oleh teman-temannya dan para tetangga, sebab dari aparat keamanan yang mendatangi juga membawa senjata api. Namun baginya hal itu cukup membuat tekanan psikis kepadanya.
Terlebih satu perkataan yang diingat Devi dari salah satu aparat yang sempat mendatangi rumahnya bahwa dia mengajukan tuntutan autopsi tanpa sepengetahuan pihak keluarga mantan istrinya, yang juga menjadi korban meninggal dunia dari tragedi Kanjuruhan Malang ini.
"Yang mantan nggak menuntut, (keluarga mantan istrinya) nggak tahu kalau bikin (tuntutan), mereka nggak tahu, itu anak kandung saya, yang bikin saya, padahal kuburannya ada di sana, kamu itu siapa, kan gitu. Ini anakku saya jawab, saya sudah ngajukan tuntutan ke Pak Imam pengacara saya, semua saya pasrahkan ke Pak Imam," jelas Devi menceritakan percakapannya dengan salah seorang polisi.
Devi mengaku sempat diadu domba dengan pihak keluarga mantan istrinya yang berada di Wajak, Kabupaten Malang. Pasalnya keluarga mantan istrinya yang notabene ibu kandung kedua anaknya tak melakukan tuntutan.
Saat dia memutuskan untuk membatalkan rencana autopsi kedua anaknya dia pun didatangi banyak polisi. Saat itu beberapa anggota kepolisian ada yang masuk ke dalam rumahnya dan yang berada di luar rumah. "Banyak yang datang. Waktu mau pencabutan. Yang di dalam rumah sedikit, yang di luar banyak," kata dia.
Dijelaskannya, surat pernyataan itu awalnya dia buat menggunakan tulisan tangan dan dikoreksi oleh petugas kepolisian, hingga akhirnya drafnya pastinya diketik dan dia tanda tangani. "Saya yang bikin pertama, mereka mengoreksi ini kurang itu kurang," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di Okezone dengan judul " Didatangi Banyak Polisi, Alasan Orangtua Korban Tragedi Kanjuruhan Batalkan Autopsi "
Editor : Iman Ridhwan Syah
Artikel Terkait