Bahkan, risiko terbesar adalah kematian ibu saat melahirkan. "Belum lagi si ibu mengalami kanker serviks. Bahkan, anak yang dikandung pun berisiko mengalami stunting," paparnya.
"Gubernur Jawa Barat sendiri mencangkan di 2023 angka stunting harus nol, tapi kalau angka perkawinan anaknya masih tinggi, ini juga harus diberesin di tingkat hulunya," sambung Lenny.
Dampak lain dari pernikahan di bawah umur, yakni kondisi ekonomi. Anak yang menikah di usia dini akan kesulitan bekerja dan mencari penghasilan karena rendahnya tingkat pendidikan. Kondisi tersebut juga dapat memicu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), termasuk tumbuh kembang anak.
"Karena anak yang menikah di usia dini paling hanya memiliki ijazah SD dan mereka biasanya bekerja di sektor informal," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya juga mendorong adanya kesetaraan gender, baik dari pendidikan maupun persoalan sosial ekonomi. Pasalnya, hingga saat ini, masih banyak anak perempuan yang memiliki pendidikan yang lebih rendah dibanding anak laki-laki.
Dengan tingkat pendidikan yang tinggi atau sesuai program pemerintah, yakni wajib belajar 12 tahun, maka ijazah yang dikantongi pun kompetitif untuk mendapatkan upah dan pekerjaan yang lebih baik. "Minimal mempunyai ijazah SMA, jadi memiliki daya saing.
Editor : Fatiha Eros Perdana
Artikel Terkait