Apakah Menyentuh Kemaluan Membatalkan Wudhu atau Tidak? Berikut Penjelasannya

Intan Rachmasari/Eka Dian Syahputra
Ilustrasi Wudhu. Foto: Freepik

Seperti yang dijelaskan Ibnu Rusyd dalam karyanya, Bidayatul Mujtahid.

وسبب اختلافهم في ذلك أن فيه حديثين متعارضين

Artinya: "Dan sebab perbedaan mereka (para ulama) dalam masalah ini adanya dua hadis yang bertentangan.."

Salah satu Hadis yang dimaksud adalah riwayat dari Tholq bin 'Ali di mana terdapat seseorang yang mengunjungi Rasulullah dan mengajukan pertanyaan:

مَسِسْتُ ذَكَرِى أَوِ الرَّجُلُ يَمَسُّ ذَكَرَهُ فِى الصَّلاَةِ عَلَيْهِ الْوُضُوءُ قَالَ : لاَ إِنَّمَا هُوَ مِنْكَ

Artinya: "Aku pernah menyentuh kemaluanku atau seseorang ada pula yang menyentuh kemaluannya ketika shalat, apakah ia diharuskan untuk wudhu?" Nabi menjawab, "Kemaluanmu itu adalah bagian darimu." (HR Ahmad 4/23. Syaikh Syu'aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Saat menelusuri hadis-hadis terkait ini, sejumlah ulama Islam menafsirkan menyentuh kemaluan tidak secara otomatis mengakibatkan batalnya wudhu.

Mereka mengemukakan mencuci tangan usai menyentuh kemaluan adalah langkah yang perlu diambil sebelum melakukan wudhu untuk meningkatkan tingkat kesucian wudhu, bukan karena menyentuh kemaluan akan otomatis membatalkan wudhu.

Dalam ajaran Islam, pemahaman akan konteks dan tujuan dari ajaran agama sangatlah penting. Wudhu adalah tentang menjaga kebersihan dan mempersiapkan diri secara spiritual, dan tindakan-tindakan yang dilarang atau disarankan dilakukan bertujuan untuk memastikan kebersihan dan kesucian selama beribadah.

وَالْأَظْهَرُ أَيْضًا أَنَّ الْوُضُوءَ مِنْ مَسِّ الذَّكَرِ مُسْتَحَبٌّ لَا وَاجِبٌ وَهَكَذَا صَرَّحَ بِهِ الْإِمَامُ أَحْمَد فِي إحْدَى الرِّوَايَتَيْنِ عَنْهُ وَبِهَذَا تَجْتَمِعُ الْأَحَادِيثُ وَالْآثَارُ بِحَمْلِ الْأَمْرِ بِهِ عَلَى الِاسْتِحْبَابِ لَيْسَ فِيهِ نَسْخُ قَوْلِهِ : وَهَلْ هُوَ إلَّا بَضْعَةٌ مِنْك ؟

"Pendapat yang lebih kuat, hukum berwudhu ketika menyentuh kemaluan adalah sunnah (dianjurkan) dan bukan wajib. Hal ini ditegaskan dari salah satu pendapat Imam Ahmad. Pendapat ini telah mengkompromikan berbagai dalil sehingga dalil yang menyatakan perintah dimaksudkan dengan sunnah (dianjurkan) dan tidak perlu adanya naskh pada Hadits Nabi, "Bukankah kemaluan tersebut adalah sekerat daging darimu?" (Majmu' Al-Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 21/241)

Wallahu A'lam

Editor : Eka Dian Syahputra

Sebelumnya

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network