BEKASI, iNewsBekasi.id - Tahun Baru 2024 banyak orang berharap segala kebaikan didapatkan. Mulai dari rezeki, kesehatan, jodoh, bisnis, atau kesempatan bekerja bagi yang selama ini sudah cukup lama menganggur.
Ada juga yang berharap kariernya terus lancar, dapat anak setelah lama berumah tangga. Begitulah harapan banyak orang di tahun baru 2024 ini. Tidak ada yang salah dari harapan dan keinginan tadi.
Tinggal kini seberapa kuat komitmen melakukan ikhtiar agar harapan dan keinginan tersebut menjadi kenyataan.
Namun adakah di Tahun Baru 2024 yang memikirkan tentang kematian, ingat mati. Sejatinya bila ingat mati maka dia akan mengingat bagaimana nanti kehidupannya di akhirat kelak.
Suatu kali, di bawah langit yang sama, hiduplah seorang konglomerat kaya raya. Kekayaan terhampar luas seperti permadani di kakinya, tapi hatinya sepi, tak beranak dan tak bercucu. Menjelang senja usia, ia gusar memikirkan warisan yang berlimpah, tak ada yang meneruskan, tak ada yang disayangi. Maka, lahirlah wasiat yang menggemparkan seisi negeri: barang siapa mau menemaninya selama 40 hari di alam kubur, akan meraih separuh hartanya!
Anak-anaknya sendiri menolak mentah-mentah. Kuburan bagi mereka adalah lorong gelap yang mencekam. Begitu pula dengan sanak saudaranya, tak ada keberanian yang tersisa. Sampai terdengarlah dentingan kapak seorang tukang kayu miskin, bernada senada dengan ketukan gamang sang konglomerat. Ia bersedia, demi nyala api kehidupan keluarganya yang kian padam.
Maka, bersamaan embusan napas terakhir sang konglomerat, turunlah si tukang kayu ke liang lahat. Bau tanah basah menusuk, lilin berkedip-kedip memecah sunyi. Tepat tujuh langkah pengantar jenazah berlalu, malaikat Munkar dan Nakir datang menguji. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanya mereka, suaranya bergema di ruang gelap.
Si tukang kayu, dengan tangan berpegangan pada kapak tuanya, menjawab tenang, "Aku memenuhi janji, menemani mendiang demi secercah harapan untuk keluargaku." Malaikat terdiam, lalu kembali bertanya, "Dari mana kapak itu berasal?"
Pertanyaan demi pertanyaan mengalir selama 40 hari, bukan tentang harta warisan, tapi tentang kapak tua dan dedikasi tak henti si tukang kayu. Kapak yang dibeli dari jerih payah, diasah dengan tekun, digunakan untuk membangun mimpi keluarganya. Tak ada dendam, tak ada iri, hanya ketulusan dan kerja keras yang memantul dari jawaban-jawabannya.
Pada hari terakhir, cahaya terang memenuhi kuburan. Kapak tua di tangan si tukang kayu bercahaya keperakan, bukan pancaran emas, melainkan kilau kehormatan. Malaikat tersenyum, "Kau lulus ujian. Harta itu milikmu, tapi yang lebih berharga, kau telah membawa pulang harta kehormatan dan ketulusan."
Si tukang kayu keluar dari kuburan, bukan kaya harta, tapi kaya hati. Wasiat sang konglomerat telah mewariskan bukan kekayaan, tapi pelajaran tentang nilai sejati kehidupan. Dan kisah ini, berbisik dari mulut ke mulut, menjadi harta tak ternilai bagi siapa saja yang mau mendengar.
Pada hari terakhir, Malaikat Mungkar dan Nakir bertanya lagi kepada tukang kayu, "Hari ini kami akan kembali bertanya soal Kapakmu ini."
Tukang kayu menjadi ketakutan. Ia tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan-pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir. Ia pun berlari keluar dari kubur dan kembali ke dunia.
Besok di hari kedua, mereka datang lagi dan bertanya, "Apa saja yang kau lakukan dengan kapakmu?"
"Aku menebang pohon untuk dijadikan kayu bakar, lalu aku jual ke pasar", jawab tukang kayu.
Di hari ketiga ditanya lagi, "Pohon siapa yang kau tebang dengan Kapakmu ini?"
"Pohon itu tumbuh di hutan belantara, jadi tak ada yang punya", katanya.
Dalam hari-hari berikutnya, Malaikat Munkar-Nakir terus mendatangi tukang kayu untuk mengajukan pertanyaan. Mereka selalu menanyakan tentang kapak miliknya.
Pada hari ke-40, Malaikat Munkar-Nakir kembali mengunjungi tukang kayu itu. Mereka berkata, "Hari ini kami akan kembali bertanya tentang kapakmu."
Sebelum Malaikat Munkar-Nakir melanjutkan pertanyaannya, tukang kayu tiba-tiba melarikan diri dari kuburnya. Dia membuka pintu kubur dan menemukan banyak orang menunggunya di luar.
Dengan terburu-buru, tukang kayu itu meninggalkan mereka sambil berteriak, "Ambillah semua bagian harta warisan ini, karena aku tidak menginginkannya lagi."
Ketika tukang kayu sampai di rumah, ia mengatakan kepada istrinya, "Aku tidak ingin memiliki separuh harta warisan dari mayat itu lagi. Di dunia ini, yang kumiliki hanyalah satu kapak, tapi selama 40 hari yang ditanyakan oleh Malaikat Munkar-Nakir masih berpusat pada kapak ini. Bagaimana jika hartaku begitu banyak? Aku tidak tahu bagaimana menjawabnya."
Dalam sebuah hadis sahih, dijelaskan bagaimana pertanggungjawaban terkait harta.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait