Respons Pimpinan MPR Soal Isu Pemakzulan Jokowi

Kiswondari
Wakil Ketua MPR RI Ahmad Muzani. Foto/Istimewa

BEKASI, iNews.id- Wakil Ketua MPR RI Ahmad Muzani angkat bicara soal ramainya isu pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang disuarakan oleh tokoh-tokoh yang menamakan dirinya Petisi 100. Usulan ini disampaikan kepada Menko Polhukam yang juga Calon Wakil Presiden (Cawapres) 03, Mahfud MD pada Selasa (9/1/2024). 

"Sebenarnya amandemen UUD 1945 sejak tahun 1999, 2000, 2001, sampai 2002 itu tidak memberi ruang dilakukannya pemakzulan untuk jabatan seorang Presiden. 

"Pandangan dan pemikiran itu dilakukan karena kita ini memilih sistem pemerintahan presidensil dimana kita harus memberi penguatan kepada seseorang yang sedang menjabat sebagai presiden dalam memberi pemerintahan supaya dia konsen selama lima tahun menjalankan pemerintahannya," kata Muzani kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (15/1/2024).

Muzani menjelaskan, isu pemakzulan atau upaya untuk pemakzulan di dalam UUD 1945 hasil amandemen tidak memberi ruang untuk implementasi pemakzulan, karena syarat pemakzulan jauh lebih sulit dibanding UUD 1945 sebelum diamandemen. Itu sebabnya Presiden hasil pemilu itu mendapatkan mandat langsung dari rakyat. 

"Itulah kemudian yang memberi pandangan kepada pimpinan MPR dan seluruh anggota MPR ketika itu kemudian memperkuat sistem pemerintahan presidensil ketika itu. Sehingga pemakzulan tidak memberikan ruang yang longgar dalam UUD 45," ujarnya.

Sama halnya pada hari ini, lanjut Muzani, pihaknya tidak melihat adanya ruang untuk dilakukannya pemakzulan. Mengutip Pasal 7A UUD 45, Presiden Jokowi tidak memenuhi standar dan syarat untuk dimakzulkan. 

Seorang Presiden bisa dimakzulkan jika melakukan pelanggaran korupsi, melakukan pengkhianatan, dan lain sebagainya.

Perihal putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka yang memenuhi syarat menjadi cawapres usai putusan di Mahkamah Konstitusi (MK), menurut Muzani, hal itu tidak termaktub di dalam Pasal 7A UUD 1945.

"Di dalam pasal 7A UUD 1945 Presiden kalau melakukan pelanggaran pidana, Presiden kalau melanggar UUD, presiden kalau melakukan pengkhianatan, Presiden kalau melakukan korupsi. Enggak ada itu yang dilakukan oleh Pak Jokowi. Sehingga menurut saya usul dari 100 petisi yang diajukan untuk melakukan pemakzulan jelas tidak memenuhi standar dan tidak memenuhi syarat. Kami tidak melihat adanya ruang untuk dilakukan pemakzulan," papar Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra itu. 

Jika Jokowi dinilai melakukan "cawe-cawe" dalam Pilpres 2024 ini, dia menegaskan bahwa hal tidak termaktub dalam Pasal 7A, di UUD 45. Sehingga menurutnya, usulan dari Petisi 100 untuk pemakzulan jelas tidak memenuhi standar dan tidak memenuhi syarat. Sementara soal Gibran diputuskan oleh MK dan sudah disidang etik oleh Mahkamah Kehormatan MK (MKMK).

"Itu dilakukan oleh MK, dan sebagai sebuah dugaan-dugaa seperi itu, sudah dilakukan oleh MKMK, dan itu sudah selesai. Itu bukan di ranah eksekutif. Muncul desakan itu tidak relevan dan persoalan itu tidak terkait langsung dengan urusan Presiden," ucap Muzani. 

Editor : Wahab Firmansyah

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network