
JAKARTA, iNewsBekasi.id - Semakin dekat Hari Raya Idul Fitri, suasana di berbagai kota semakin meriah dengan kehadiran para penjaja jasa penukaran uang di pinggir jalan. Pemandangan ini menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi menyambut Lebaran, memudahkan masyarakat mendapatkan uang pecahan baru untuk berbagi kebahagiaan.
Meskipun memberikan solusi praktis, praktik penukaran uang dengan "fee" ini memunculkan pertanyaan mendasar tentang hukumnya dalam agama. Apakah ini termasuk riba yang tersembunyi, ataukah kita sudah mengetahui risikonya namun tetap memilih jalan ini?

Ustadz Ammi Nur Baits, seorang ahli fikih lulusan Madinah International University (MIU), mengingatkan kita untuk lebih cermat dalam praktik penukaran uang receh yang sering terjadi menjelang Lebaran. Beliau menyoroti adanya fenomena di mana uang dengan nilai nominal tertentu ditukar dengan pecahan yang lebih kecil, namun dengan konsekuensi nilai yang berbeda.
Contohnya, saat menukar Rp100.000, kita mungkin mendapatkan pecahan Rp5.000, namun kita harus membayar lebih, misalnya Rp110.000, atau bahkan menerima uang yang jumlahnya kurang, seperti Rp90.000. Menurut Ustadz Ammi, praktik semacam ini termasuk dalam kategori riba, meskipun transaksinya dilakukan atas dasar kerelaan keduabelah pihak dan secara tunai.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait