JAKARTA, iNewsBekasi.id- Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyatakan penolakan keras terhadap kebijakan yang menjadikan guru sebagai Penanggung Jawab Makan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah. P2G menilai tugas utama guru adalah mengajar, bukan mempertaruhkan keselamatan dengan mendeteksi makanan beracun.
Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri menyoroti Surat Edaran (SE) Nomor 5 Tahun 2025 yang diterbitkan Badan Gizi Nasional (BGN). SE tersebut mengatur tentang pemberian insentif bagi guru yang ditunjuk sebagai penanggung jawab program MBG di sekolah penerima manfaat.
Menurut Iman, SE itu justru menunjukkan upaya BGN untuk lepas tangan dari tanggung jawab atas maraknya kasus keracunan makanan MBG di sekolah.
“Menurut kami dengan terbitnya SE ini patut diduga BGN mencoba lepas tangan dari tanggung jawab terhadap fenomena keracunan MBG di sekolah," kata Iman melalui siaran pers, Rabu (1/10/2025).
Iman menjelaskan, P2G sebelumnya sudah menyarankan agar program MBG dimoratorium atau dihentikan sementara. Tujuannya adalah melakukan evaluasi menyeluruh terkait regulasi, keamanan pangan, kebersihan, kelayakan vendor, kendala teknis, hingga risiko distribusi makanan.
Menurutnya, keterlibatan guru secara teknis dalam distribusi MBG sangat mengganggu proses belajar mengajar.
“Bayangkan, pertama MBG datang, guru harus menalikan ulang agar bisa diangkut ke tiap kelas, kemudian guru-guru harus mencicipinya terlebih dahulu, mengawasi agar langsung dimakan murid, dan membereskannya kembali. Jika wadahnya hilang, sekolah justru harus mengganti,” jelas Iman.
Risiko Keselamatan Guru
Iman menilai, kebijakan ini berbahaya bagi keselamatan guru. Jika guru diwajibkan mencicipi makanan MBG, ada dua konsekuensi serius:
Guru tidak memiliki keahlian mendeteksi makanan beracun. "Kalau deteksi itu dengan cara mencicipi, itu mempertaruhkan nyawanya."
Iman menegaskan, pekerjaan guru adalah mengajar, bukan mempertaruhkan kesehatan atau keselamatan kerja. Selain itu, kebijakan ini juga menambah beban kerja guru yang sudah berat.
Dalam Pasal 35 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, beban kerja guru mencakup kegiatan pokok seperti: merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan yang relevan seperti menjadi wakil kepala sekolah, koordinator kokurikuler, atau kepala laboratorium.
Iman menegaskan, mengelola MBG tidak termasuk dalam beban kerja guru yang diatur undang-undang. “Sebelum ada MBG, beban kerja guru justru sudah banyak," ungkap Iman.
Ia menambahkan, pengalihan tanggung jawab MBG kepada guru bertentangan dengan ketentuan undang-undang, terutama pasal yang mengatur tugas, kewajiban, dan tanggung jawab guru.
“Dengan memberikan tugas tambahan yaitu sebagai penanggung jawab MBG, tentu ini akan keluar dari rel utama kewajiban guru," tegasnya.
Editor : Wahab Firmansyah
Artikel Terkait
