Ibrahim Husen menuding bahwa kelompok warga yang menolak tersebut adalah korban dari ulah oknum mafia tanah. Ia menyebut nama Jaenal dan Jamal sebagai pihak yang diduga menjual atau menyewakan lahan tanpa dasar hukum yang sah.
"Tanah ini saya beli langsung dari pemilik sebelumnya melalui proses resmi, lewat PPAT camat dan lurah pada tahun 1997. Sementara mereka [pihak yang menempati] baru melakukan transaksi ilegal sekitar tahun 2005–2006," jelas Ibrahim.
Ibrahim menegaskan bahwa ia telah memenangkan seluruh proses hukum hingga tingkat Peninjauan Kembali (PK). Dalam putusan tersebut, para pihak yang menempati lahan diwajibkan membayar ganti rugi secara tanggung renteng sebesar Rp 52 miliar dan segera mengosongkan lokasi.
"Putusan sudah inkrah. Tidak boleh ada yang menghalangi aparat dalam menjalankan tugas negara. Jika masih dihalangi, itu sudah masuk kategori tindak pidana," kata Ibrahim, sambil mengimbau warga yang merasa menjadi korban mafia tanah untuk melapor ke Polda Metro Jaya dan tidak menghalangi proses hukum.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait
