JAKARTA, iNewsBekasi.id - Inilah kisah mualaf seorang bule Inggris yang mendapat hidayah Islam karena perkataan menyentuh dari keponakan kecilnya. Pria bernama Jordan Peterson ini pun membagikan ceritanya ketika pertama kali memutuskan memeluk agama Islam.
Bukan berawal karena pencarian agama seperti kebanyakan mualaf, dia mengaku mulai penasaran dengan Islam lantaran rasa cintanya yang sangat besar pada keponakannya yang kala itu masih berusia 7 tahun.
Keponakan Jordan sendiri merupakan anak dari saudara kandung perempuannya yang kurang lebih 20 tahun telah menjadi mualaf sejak menikah dengan pria asal Pakistan.
Jauh sebelum keponakan kecilnya hadir, Jordan hanyalah seorang pria biasa yang tidak terlalu peduli soal agama. Namun semua itu perlahan berubah sejak dia secara intens bertemu dengan sang ponakan kecil yang dianggap sebagai anak perempuannya sendiri.
Sehingga secara naluriah, Jordan ingin selalu berada di dekat keponakannya agar bisa terus menjaga dan mendampingi tumbuh kembangnya.
Apalagi sebelum menjadi mualaf, dia sempat memiliki pandangan buruk tentang Islam. Bahkan, Jordan sempat berpikir keponakannya akan tumbuh besar dengan hidup yang penuh kekangan dan pemahaman-pemahaman sesat.
"Jadi keponakanku saat itu usianya hampir 4 atau 5 tahun dan aku khawatir memiliki anggota keluarga yang dibesarkan sebagai seorang Muslim. Jadi aku pikir dia akan menutup diri," ujar Jordan Peterson, dikutip dari kanal YouTube Renung Kalbu, Kamis (25/8/2022).
Karena itulah terbesit dalam benak Jordan untuk mengetahui Islam lebih jauh. Dia mulai penasaran, apakah Islam seburuk yang dipikirkannya selama ini.
"Ketika dewasa, dia akan bertemu seorang pria Muslim yang mungkin akan memperlakukannya dengan buruk. Saya tidak menginginkan ini terjadi padanya. Jadi saya mulai mencari tahu tentang Islam," lanjutnya.
Sampai pada suatu saat dalam sebuah perbincangan kecil di akhir pekan, keponakannya yang telah menginjak usia 7 tahun itu mengatakan suatu kalimat yang menyentuh hati Jordan.
"Paman Jordan, aku tidak ingin Anda pergi ke neraka," ujar Jordan menirukan perkataan sang ponakan kecil.
Tidak hanya itu, ketika perayaan hari raya agamanya dulu, Jordan juga mendapat sebuah perkataan dari keponakannya yang membuat hati kecilnya mulai sedikit terketuk.
"Aku ingat selama waktu hari raya berkata kepadaku bahwa Allah tidak memiliki seorang putra, paman Jordan," ungkapnya sambil mengingat perkataan sang keponakan.
Lantas, rasa khawatirnya terhadap sang keponakan karena menganut agama Islam perlahan berubah menjadi rasa penasaran. Apalagi, ajaran Islam justru banyak memuliakan kaum Hawa yang secara tidak langsung menjaga mereka dari segala bentuk bahaya.
Makin dalam Jordan mempelajari Islam, makin disadari bahwa Islam tidak seperti apa yang diberitakan. Dia baru menyadari bahwa Islam itu indah.
Meskipun sempat ragu dan mengira agama Islam hanya untuk orang Arab, suatu hari dia melihat seorang Muslim bernama Hamza yang sedang berdakwah di jalan. Pertemuannya dengan Hamza membuatnya makin menyadari bahwa ternyata Islam merupakan agama untuk semua umat manusia.
Lantas, malam harinya Jordan membulatkan tekad untuk menelpon Hamza dan kemudian bersyahadat sehingga telah sah menjadi seorang mualaf.
Keputusan untuk menjadi seorang mualaf bukan merupakan sesuatu yang mudah bagi Jordan. Selain melewati perang batin, dia harus siap menerima berbagai anggapan miring dari teman dekat hingga keluarganya selama kurang lebih setahun menjadi seorang mualaf.
Bahkan saat itu Jordan tengah menjalin hubungan dengan seorang wanita non-Muslim. Namun selain karena tekad kuat, ia menganggap memeluk agama Islam merupakan hal paling berharga dari apa pun.
"Kita sedang berbicara tentang sesuatu yang jauh lebih besar daripada hubungan dengan orang-orang, tetapi itu hal yang mudah untuk dikatakan sehingga Anda bisa saja terguling ke tepi dan kita sering berpikir hal terburuk. Kita berpikir mereka akan meninggalkan kita, saya pikir keluargaku akan bereaksi buruk, dan saya pikir pasanganku akan meninggalkanku, dan itu tidak benar-benar terjadi meskipun bisa saja itu suatu saat terjadi," tuturnya.
"Tapi saya menjadikan ini sebagai kesempatan untuk memberikan dakwah kepada diri sendiri dan menunjukkan kepada mereka bahwa Islam benar-benar mengubahmu menjadi orang yang justru lebih baik," sambungnya.
Terlebih lagi Jordan juga telah mengetahui bahwa Islam tidak harus membuatnya memutus hubungan dengan orang-orang sekitarnya.
"Aku percaya pada Allah dan aku percaya Muhammad adalah utusan terakhir Allah, jadi aku mengucapkan syahadat. Anda tidak harus menjadi seseorang yang benar-benar berpakaian Arab, dan Anda menutup hubungan dengan orang-orang non-Muslim, dan bukan itu artinya syahadat," paparnya.
"Menurutku ketika Anda mengucapkan syahadat, Anda kemudian naik ke tingkat kedua untuk melakukan sholat dan kemudian Anda percaya kepada Allah dan kemudian ke tingkat selanjutnya," tutupnya.
Allahu a'lam bisshawab.
Editor : Eka Dian Syahputra