get app
inews
Aa Text
Read Next : Hakim Tuntut Kenaikan Gaji, Sahroni: Aktor Penentu Kualitas Keadilan

Di Tahun Politik, Apa Beda Hakim dengan Politisi ?

Sabtu, 13 Januari 2024 | 21:59 WIB
header img
JJ Amstrong Sembiring. Foto:Dok

Kemudian, Titik Singgung Hakim dan Politisi?

Dalam stratifikasi tertentu banyak hal terdapat perbedaan yang prinsipil antara kedua profesi tersebut. Secara umum, hakim dapat didefinisikan sebagai orang yang mencurahkan waktu, pikiran dan hidupnya menggali, mengikuti, memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat untuk mencari kebenaran tersebut berdasarkan kerangka metodologis tertentu, sedangkan politisi adalah orang yang praktis bergerak dengan muatan politisnya memiliki orientasi untuk mendapatkan sekaligus mempertahankan kekuasaannya untuk kekinian maupun akan datang .

Kulminasinya, secara spesifik hanya ada dua kata yang membedakan hakim dan politisi, yakni kata “bohong” dan “salah”. Pendek kata, seorang hakim itu boleh saja salah, tapi tak boleh bohong. Politisi itu boleh saja bohong tapi tak boleh salah. Konstruksi dua kata ‘salah’ dan ‘bohong’ itu mempunyai arti penting berbeda namun bisa dipergunakan sebagai alat justifikasi satu sama lain, dimana arti ‘salah’ itu adalah apa yang dikatakan salah oleh dalil, sementara arti ‘bohong’ adalah pernyataan yang salah dibuat oleh seseorang dengan tujuan pendengar percaya, namun keduanya tidak bisa dikontruksikan dalam satu senyawa, karena saat sebagai hakim akan berbohong, instrument hukumnya jelas akan melarangnya, tapi saat hakim akan memutus salah tidak satu pun bisa melarangnya. Kemudian saat politisi akan berkata salah insan kemanusiaannya akan melarangnya, tapi saat politisi akan berkata bohong tidak ada satu pun bisa melarangnya, maka berkecamuk perang batin lah kau!

Hakim tidak mengenal kalah atau menang, tapi benar atau salah. Lazimnya saat memutus perkara, kebenaran akan menguji hipotesis, hipotesis bisa diterima atau dianggap benar, jika datanya valid mendukung. Pun sebaliknya, hipotesis ditolak, jika tak didukung data akurat (non-valid). Lain hal, para politisi, kadang tidak memerlukan obyektivitas dan rasionalitas, yang mereka perlukan adalah kuantitas jumlah dukungan. Oleh karena itu, mereka yang menang adalah yang paling banyak mendapatkan dukungan itu. Sehingga bagi politisi kemampuan diplomasi, negosiasi, orasi, provokasi dan agitasi untuk menarik perhatian dan membakar semangat 45, amatlah penting dan jitu. Jamaklah jika demikian, dalam dunia politik terjadi permainan diagram, tabel, data angka yang dibungkus kalkulasi statistik untuk membenarkan hipotesisnya, serta benar atau tidaknya itu, wallahu a’lam !

Akhir pendek kata konklusi, seorang hakim itu tidak boleh berbohong, tapi boleh salah, embel-embelnya jika perlu salah. Sementara, politisi tidak boleh salah, tapi boleh bohong, embel-embelnya jika perlu harus bohong ! Ya begitulah !!

Opini oleh: JJ Amstrong Sembiring

 

Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut