“Sebuah daerah yang dipimpin oleh seorang yang tidak memiliki ideologi mengalami sebuah diskonsistensi arah pembangunan. Sehingga daerah tersebut dijalankan tanpa adanya roadmap yang jelas,” kataya.
Selanjutnya, seorang politisi kutu loncat tidak menghargainya sebuah proses, termasuk di dalamnya proses kaderisasi, atau jika ditransformasikan dalam bahasa pembangunan maka terminologi yang paling tepat adalah tidak menghargai proses pembangunan dari bawah.
Lebih lanjut, seorang politisi kutu loncat bila sudah dibesarkan oleh sebuah partai, diberikan berbagai fasilitas dan bahkan jabatan strategis, namun ia memilih meninggalkan partainya atau berkhianat dari partainya untuk mencapai sebuah tangga keberhasilan yang lebih tinggi.
“Sederhana saja bila partai politik yang membenarkannya saja dengan mudah ia khianati, apalagi rakyat? bisa jadi ia akan lebih dengan mudah mengkhianati amanah rakyat,” tandasnya.
Oleh karena itu, Rohimat mengimbau kepada generasi muda agar mewaspadai dengan hadirnya politisi kutu loncat yang ikut berkontestasi pada Pilkada Kota Bekasi mendatang. “Sebab orientasinya (politisi kutu koncat) itu hanya mencari keuntungan dan syahwat politik semata. jangan harap akan memperjuangkan kepentingan masyarakat,” pungkasnya.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta