“Siapa yang wanprestasi disini. Saya selama ini diam karena gedung itu masih digunakan untuk aktivitas partai Golkar. Justru sebaliknya, Pepen malah menggugat saya. Dalam gugatan pertama tahun 2014 itu saya diajak berdamai, namun ternyata hanya akal bulus Pepen yang tidak dapat melaksanakan putusan PN Bekasi. Bahkan tahun berikutnya 2015 dia (Pepen) menggugat lagi hingga berakhir sampai inkrah di Pengadilan Tinggi Bandung, pada tahun 2017,” ujar Andi kepada wartawan di Kota Bekasi, Sabtu (11/2/2023).
Dalam gugatan di Pengadilan Tinggi Bandung, lagi-lagi pihak Rahmat Effendi harus menelan kekalahan. Hakim PT Bandung menolak gugatan untuk pembatalan akte notaris dan Putusan Van Dadding di PN Bekasi sebagaimana yang dimohon oleh penggugat.
Tidak puas dengan kekalahan itu, setahun kemudian Pepen menggugat kembali di PN Bekasi dengan alasan yang berbeda lagi. Dalam gugatan ini pun Pepen kembali kalah dan inkrah untuk ketiga kalinya.
“Nah, di saat kami mengajukan eksekusi atas gedung Golkar, Pepen dengan lobby sesama Forkompinda mempermainkan hukum dengan menitip duit di PN Bekasi sebagai bentuk konsinyasi agar bisa terlepas dari jerat pidana yang saya laporkan di Polda Metro Jaya. Saya sempat protes dan mempertanyakan perihal permohonan eksekusi yang sudah lama diajukan tapi tidak diproses, padahal kita sudah bayar. Namun diam-diam PN Bekasi saat proses anmaning teguran terhadap Pepen supaya mentaati putusan, malah muncul gugatan baru dengan alasan bahwa gedung itu bukan milik DPD Golkar,” bebernya.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait