BEKASI, iNewsBekasi.id - Skema pembiayaan proyek kereta cepat dari Jepang ternyata lebih murah ketimbang China. Hal ini diungkap pengamat ekonomi Anthony Budiawan.
Diketahui, proyek kereta cepat di Indonesia semula direncanakan bekerja sama dengan Jepang, namun akhirnya beralih ke China.
Dalam program Rakyat Bersuara bertajuk 'Ada Korupsi Triliunan di Kereta Cepat?', yang disiarkan di iNews, Selasa (21/10/2024), Anthony awalnya menegaskan jika proyek Kereta Cepat Whoosh sudah bermasalah secara keuangan.
"Karena apa? Kalau dia tidak bermasalah maka ini bisa dibiayai oleh KCIC," kata Anthony.
Dalam paparannya di layar, Anthony menerangkan skema pembiayaan yang diajukan Jepang menawarkan nilai investasi 6,2 miliar dolar AS. Sedangkan, China lebih rendah senilai 5,5 miliar dolar AS hingga kemudian terpilih.
"Jepang menawarkan 6,2 miliar dolar AS. Kemudian China menawarkan 5,5 miliar dolar AS. Nah, di situ katanya dipilih. Tapi kita lihat pembiayaan adalah 75 persen. Dua-duanya mengatakan 75 persen," tuturnya.
Meski angkanya jauh lebih rendah, namun China mematok bunga 2,0 persen, sementara Jepang hanya 0,1 persen.
"Dengan bunga per tahun 0,1 persen dan China 2,0 atau 2 persen. Kalau kita bicara 20 kali lipat. China lebih mahal. Artinya dalam 4,65 juta dolar AS setahun. China 20 kali lipat yaitu 82,5 juta dolar AS. Bunga dalam 10 tahun 46 juta (dolar AS) untuk Jepang dan 825 juta (dolar AS) untuk China," kata dia.
Dia menyampaikan, jika komponen bunga yang sangat besar ini karena 75 persen pembiayaan harusnya dihitung sebagai biaya proyek. Karena dimana pun, dalam evaluasi proyek, karena bunga harus dibayar.
"Karena bunga harus dibayar dan kita fix bunga dibayar 10 tahun tetap. Karena kita grace period. Tidak bayar cicilan. Jadi mudah sekali untuk dihitung. Jadi kalau kita bilang biaya proyek plus bunga 10 tahun. Maka Jepang (lebih murah)," ucap Anthony.
Editor : Tedy Ahmad
Artikel Terkait
