Oleh karena itu menyembelih, mereka jadikan sebagai sesuatu cara untuk berbakti kepada tuhannya, maka disembelihnya binatang untuk berhala atau dengan menyebut nama tuhannya. Kemudian datanglah Islam menghapus cara-cara ini dan mewajibkan untuk tidak menyebut kecuali asma' Allah, serta mengharamkan binatang yang disembelih untuk berhala dan dengan menyebut nama berhala.
Kemudian setelah ahli kitab yang semula adalah bertauhid itu telah banyak dipengaruhi oleh perasaan-perasaan syirik dan samasekali tidak melepaskan dari kesyirikan riya yang dulu-dulu, sehingga sementara orang Islam menganggap, bahwa mereka tidak bisa lagi bergaul dan bertemu dengan mereka sebagaimana halnya terhadap orang-orang musyrik lainnya, maka Allah memberikan perkenan (rukhsah) kepada mereka untuk makan makanan ahli kitab sebagaimana halnya dalam persoalan-persoalan perkawinan. Hal ini ditegaskan Allah dalam firmanNya yang merupakan ayat terakhir, yaitu:
"Hari ini dihalalkan yang baik-baik buat kamu dan begitu juga makanan orang-orang yang pernah diberi kitab (ahli kitab) adalah halal buat kamu, dan sebaliknya makananmu halal buat mereka." (al-Maidah: 5)
Maksud ayat di atas secara ringkas: bahwa hari ini semua yang baik, halal buat kamu, karena itu tidak ada lagi apa yang disebut: Bahirah, saibah, washilah dan ham.
Dan makanan ahli kitab pun halal buat kamu sesuai dengan hukum asal di mana samasekali Allah tidak mengharamkannya, dan sebaliknya makananmu pun halal buat mereka. Jadi kamu boleh makan binatang yang disembelih dan diburu oleh ahli kitab, dan sebaliknya kamu boleh memberi makan ahli kitab dengan binatang yang kamu sembelih atau yang kamu buru.
Editor : Eka Dian Syahputra