"Media tempatku bekerja lupa memberitahuku: 'Begini caramu pergi ke Palestina. Kamu tetap di kamar hotel, telepon mereka dan mereka akan mendatangimu. Jangan keluar. Jangan bertemu dengan para Muslim, mereka berbahaya. Kamu bisa diculik, hilang dan tak bisa kembali. Mereka akan membohongimu'," kata Lauren.
Meski demikian, Lauren tak melakukan hal tersebut. Dia justru menyapa ramah para Muslim, bahkan sempat melakukan perjalanan bersama dengan mereka.
Setelah mengelilingi Tepi Barat sendirian, Lauren melihat kenyataan yang berbeda dengan media.
Terdapat tiga hal yang langsung muncul dalam benak Lauren. Pertama, kenyataan bahwa selama ini orang-orang telah ditipu oleh media mengenai berita orang Muslim. Kedua, Lauren selama ini tak tahu apa pun tentang ajaran Kristen, justru orang Muslim yang lebih mengenal Yesus daripada dirinya. Ketiga, Lauren merasa harus membaca Alquran setelah melihat perilaku orang Muslim sangat ramah dan baik kepada dirinya yang merupakan orang asing. Meski demikian, dia belum yakin untuk menjadi mualaf.
Pada tahun 2009, keluarga Lauren mengalami masa-masa traumatis. Pada bulan Januari, dia memiliki seorang suami, rumah yang besar dan pekerjaan yang tetap. Namun di bulan Oktober, dia tak memiliki suami, rumah, dan juga menjadi pekerjaan tetap. Dia benar-benar tidak memiliki apa pun saat itu, bahkan hampir kehilangan anak-anaknya.
"Hingga sampai pada sebuah titik di sekitar bulan Oktober 2009, saat aku tinggal di sebuah kamar sewaan di London yang aku tak mampu untuk membayarnya, tak memiliki mobil, ditambah dengan adanya tuntutan di pengadilan yang mencoba merenggut anak-anak dariku. Lalu saat itu bersujud dan berkata: 'Ya Allah, aku hanya minta anak-anakku saja'," tutur Lauren.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta