JAKARTA, iNewsBekasi.id - Setidaknya ada 17 anak meninggal dunia dan 7 lainnya masih dirawat di rumah sakit imbas tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur pada Sabtu (1/10/2022). Kabar ini pun disampaikan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
"Saya menyampaikan duka mendalam atas jatuhnya ratusan korban jiwa dan luka-luka dalam tragedi kemanusiaan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang (Jawa Timur) usai laga pertandingan sepakbola Arema vs Persebaya pada tanggal 1 Oktober 2022," ujar Retno Listyarti, Senin (3/10/2022).
Dia mengatakan jumlah korban anak-anak yang meninggal dunia akibat peristiwa tersebut ialah 17 orang.
"Ada sekitar 180 korban tewas (per 2/10/2022 pukul 18.00 WIB), 17 diantaranya masih usia anak dan 7 anak lainnya masih menjalani perawatan di rumah sakit," kata Retno Listyarti.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan ada 125 orang meninggal dunia dalam tragedi Stadion Kanjuruhan.
Pendataan jumlah korban tewas tersebut berdasarkan identifikasi dari tim Disaster Victim Identification (DVI) dan Dinas Kesehatan pemerintah Kabupaten dan Kota Malang.
"Konfirmasi saat ini terverifikasi meninggal dunia dari awal informasi 129 saat ini data terakhir hasil pengecekan DVI dan Dinkes jumlahnya 125 orang," ujar Listyo Sigit Prabowo di Stadion Kanjuruhan, Malang, Minggu (2/10/2022).
Sebelumnya sempat disebut-sebut jumlah yang meninggal dunia 127 orang, kemudian bertambah menjadi 130 orang. Belakangan terbaru jumlah yang meninggal dunia berkurang menjadi 125 orang.
Berkurangnya jumlah korban meninggal dunia disebut Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dikarenakan ada data ganda.
Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan terjadi usai kekalahan Arema FC 2-3 saat bertanding dengan Persebaya dalam perhelatan Liga 1 BRI 2022/2023 pada Sabtu (1/10/2022) malam.
Massa dari pendukung klub sepak bola Arema memasuki lapangan karena karena tidak terima dengan hasil pertandingan yang memenangkan klub sepak bola Persebaya.
Insiden tersebut kemudian membuat aparat keamanan (Polisi dan TNI) berupaya melakukan penghalauan terhadap massa yang memasuki lapangan sepak bola dengan menggunakan tameng dan pemukul pentungan.
Setelahnya sejumlah aparat kepolisian ada yang menghadang dan menembakkan gas air mata. Gas air mata itu ditembakkan tidak hanya kepada massa suporter yang memasuki lapangan sepak bola, tetapi juga ke arah tribun penonton.
Akibat menembakan gas air mata ke tribun penonton membuat banyak muncul korban terinjak-injak dan terdorong karena banyak penonton yang panik dan berlari dari tribun menghindari efek gas air mata yang menimbulkan sesak napas, mata dan hidung pedas.
Editor : Eka Dian Syahputra