Prof. Dr. Khalid Al-Muslih Hafidzahullah yang menjelaskan bahwa seorang suami tetap wajib menunaikan ajakan berhubungan intim istri apabila suami mampu saat itu dan istri memang sedang punya syahwat yang tidak bisa ditahan lagi.
Kecuali apabila suami tidak mampu saat itu dan istri mampu menahan sedikit karena umumnya syahwat istri itu tidak sebagaimana laki-laki. Beliau Hafidzahullah menjelaskan,
وأما امتناع الرجل عن امرأته إذا دعته فالذي يظهر أنه لا يجوز له ذلك إذا كان قادراً، وبالزوجة حاجة؛ لأنه خلاف ما أمر الله به من العشرة بالمعروف {وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ} [النساء: 19]. وقد قال الله تعالى: {وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ} [البقرة: 228]، فدل ذلك على أن للزوجة من الحقوق نظير ما عليها، إلا ما دل الدليل على تخصيص أحد الزوجين به
“Suami yang menolak ajakan berhubungan intim istrinya, maka pendapat terkuat yang tampak bagiku bahwa suami tidak boleh menolak apabila dia mampu dan istri sedang sangat butuh. Hal ini bertentangan dengan perintah Allah, yaitu agar bermuamalah terhadap istri dengan cara yang baik. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
{وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ}
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut.” (QS. An Nisa:19)
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.”(QS, Al- Baqarah: 228)
Dalil-dalil ini menunjukkan bahwa istri memiliki hal sebagaimana kewajibannya, kecuali ada dalil yang menunjukkan kekhususan hal tersebut antara suami-istri.”
Beliau menjelaskan bahwa ancaman hadis terhadap istri tidak bisa diterapkan secara total kepada suami, karena tidak bisa diqiyaskan dan ada perbedaan. Misalnya, suami perlu ada kemampuan (maaf, ereksi) untuk bisa melayani istri. Bisa jadi seorang suami sangat kecapekan atau sedang sakit sehingga tidak punya “kemampuan” untuk melayani istri. Perbedaan lainnya adalah syahwat laki-laki berbeda dengan wanita, di mana umumnya wanita tidak mudah cepat bergelora.
Beliau Hafidzahullah berkata,
أما شمول الوعيد الوارد في حديث أبي هريرة فمحل نظر؛ لأن النص جاء خاصاً في امتناع المرأة من زوجها، والقياس في مثل هذا ممتنع
“(Adanya pendapat bahwa) ancaman pada hadis dari Abu Hurairah tersebut mencakup (pada suami), perlu dikritisi karena nash itu khusus pada penolakan istri terhadap ajakan suaminya. Qiyas dalam kasus ini tidak diperbolehkan.”
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta