Kekhawatiran lain menurut Djohermansyah dalam proses pengangkatan penjabat penjabat kepala daerah tersebut, bisa jadi muncul kolusi, suap, yang dibiayai pihak pihak tertentu yang memiliki kepentingan atas daerah tersebut agar semua kepentingan pemodal dapat berjalan lancar. Karena waktu yang terlalu lama menjabat bisa jadi membuat Pj tergoda menyelewengkan kekuasaan, korup dan sebagainya.
Belum lagi penanganan masal masalah dilapangan, karena apa? Karena Pj menjabat di dua kaki, di daerah dan struktural ASN, yang bisa menjadi kendala yang cukup serius, disamping bisa jadi mereka belum tentu mampu menangani kasus tersebut dengan pengalaman dilapangan yang kurang sebagai satgas covid. Kelemahan lain, para Pj hanya sendiri menjabat tanpa wakil. Pj yang diangkatpun tidak memiliki visi misi dalam wilayah penugasannya.
Ini tentu akan memunculkan persoalan lain yang akan dihadapi seorang Pj dalam menggerakkan pembangunan daerahnya. Berbeda dengan kepala daerah yang melewati pilkada, nereka dipilih rakyat, punya legitimasi kuat, serta memiliki visi dan misi serta program dalam membangun wilayahnya. Itu sebab adanya pilkada itu banyak manfaat dalam proses pembangunan wilayah yang tidak begitu saja bisa dihilangkan.
Untuk sebuah negara yang menganut sistem demokrasi, menurut Prof Djohermansyah Djohan, akan lebih sehat dan bermanfaat bila dilakukan perpanjangan masa jabatan, bila pilkada 2022 dan 2023 ditiadakan. Selain kepala daerah tersebut punya legitimasi kuat karena dipilih langsung oleh rakyatnya, mereka juga sudah berpengalaman lama.
Editor : Vitrianda Hilba Siregar