BEKASI, iNewsBekasi.id – Di akhir tahun 1945, darah perjuangan rakyat Bekasi terus membara di tengah gempuran pasukan Sekutu yang melancarkan aksi balas dendam terhadap para pejuang kemerdekaan.
Pertempuran sengit pun berkobar, menandai babak heroik perjuangan melawan penjajahan di tanah Bekasi, Klender, Kranji, hingga Cakung. Pada 26 Januari 1946, pasukan Sekutu melaporkan dan memetakan kekuatan kelompok pejuang di kawasan Bekasi dan Jawa Barat.
Dengan senjata sederhana, pejuang lokal tetap gigih melawan serangan senjata canggih milik penjajah. Bekasi menjadi saksi keberanian luar biasa para jawara lokal, seperti Haji Darip yang memimpin Barisan Rakyat Indonesia (BARA).
Markas awalnya di Klender terpaksa dipindahkan ke Purwakarta akibat tekanan Sekutu, namun semangat pasukannya tidak surut. Dua saudara Haji Darip, Haji Sainan dan Haji Entong, tetap bertahan di Klender bersama tokoh lokal lainnya, seperti Dulloh dan Alwi.
Sementara itu, markas pejuang di Pondok Ungu, Teluk Pucung, hingga Tambun tetap menjadi basis utama perlawanan.Haji Jole, pemimpin pejuang dari Teluk Pucung, menjadi target utama Sekutu.
Dengan pasukan kecil namun terorganisasi, ia melancarkan serangan mematikan yang merepotkan penjajah. Bersama sepupunya, Saadi, Haji Jole memimpin perlawanan di wilayah Pekayon hingga Karang Congkok.
Para pejuang menggunakan taktik gerilya yang cerdas. Di Cikarang, misalnya, pasukan pimpinan Mohamad Nur dan Mas Kurdi berhasil menyusup dan melakukan aksi sabotase terhadap pasukan Sekutu di sepanjang Kali Bekasi.
Kelompok ini diperkuat lebih dari 200 pejuang, termasuk mantan anggota militer dan tokoh lokal yang mahir menggunakan senjata api. Selain itu, wilayah Sukatani dipertahankan Haji Dahlan dengan kekuatan 200 orang bersenjata.
Tokoh lain, seperti Murangi, terkenal karena keberaniannya membantai tentara penjajah. Kali Bekasi menjadi saksi bisu keberanian dan pengorbanan para pejuang. Insiden brutal di sungai ini menunjukkan kehebatan taktik pejuang, tetapi juga kekejaman Sekutu dalam membalas dendam.
Pasukan pejuang seperti Haji Mansur, yang sebelumnya terkenal di Kali Abang, terus menantang penjajah dengan lambang kebanggaan mereka, Banteng Merah. Meski Sekutu berupaya mematahkan perlawanan, semangat kemerdekaan tidak pernah padam.
Peristiwa heroik ini menjadi simbol keberanian dan pengorbanan rakyat Bekasi dalam merebut kemerdekaan. Meskipun Sekutu mengerahkan kekuatan besar, tekad para pejuang untuk melindungi tanah air tidak pernah gentar.
“Kali Bekasi yang memerah oleh darah perjuangan adalah pengingat bahwa kemerdekaan ini diperoleh dengan harga yang sangat mahal,” kata Pegiat Sejarah Bekasi Rahman kepada iNews Bekasi, Sabtu (14/12/2024).
Pejuang Bekasi telah menuliskan sejarah dengan darah dan keberanian, membuktikan bahwa semangat juang adalah senjata paling ampuh melawan penjajahan.
Editor : Abdullah M Surjaya