Diskusi IPPS: Parpol Gerus Kedaulatan Rakyat, Anggota DPR Jadi Wakil Partai
JAKARTA, INewsBekasi.id – Kritik keras terhadap partai politik mengemuka dalam diskusi publik bertajuk “Menggugat Peran Partai Politik dan Implementasi Kedaulatan Rakyat” yang digelar Institute for Public Policy Study (IPPS) Indonesia di Jakarta, Senin, 1 September 2025.
Diskusi menghadirkan dua narasumber H.Y. Husein Ibrahim dan Yusuf Blegur, yang sama-sama menyoroti kuatnya intervensi partai terhadap anggota legislatif, hingga menggerus makna kedaulatan rakyat.
“Begitu seorang kader duduk di DPR, ia seharusnya bebas menyuarakan aspirasi rakyat. Tapi faktanya, yang ada sekarang adalah wakil partai, bukan wakil rakyat,” ungkap H.Y. Husein Ibrahim dalam diskusi yang digelar Institute for Public Policy Study (IPPS) Indonesia di Terrace Kafe, Jakarta, Senin, (1/8/2025).
Ia mencontohkan pemecatan cepat dua anggota DPR dari Partai NasDem dan satu dari Golkar menyusul gelombang unjuk rasa beberapa hari lalu. “Seharusnya mekanisme pemberhentian melalui DPR, bukan keputusan sepihak partai. Pemecatan itu justru membuka aib, bahwa partai lebih berkuasa dari parlemen,” ujarnya.
Ia menambahkan, demokrasi internal partai pun nyaris tidak ada. “Partai politik dikuasai modal, garis keturunan, dan feodalisme. Demokrasi di dalam partai saja sulit ditemukan, apalagi untuk mewakili rakyat,” katanya. Ia menyebut partai politik kini berubah menjadi “tirani demokrasi, tirani konstitusi.”
H.Y. Husein Ibrahim juga menilai praktik politik yang ada justru menjauhkan rakyat dari ruang pengambilan keputusan. “DPR seharusnya punya tiga fungsi utama: legislasi, anggaran, dan pengawasan. Tapi fungsi itu lumpuh ketika anggota DPR lebih takut pada ketua umum partainya ketimbang rakyat yang memilihnya,” kata Husein.
Husein juga menyinggung soal produk legislasi era Presiden Joko Widodo yang dinilai lebih berpihak kepada oligarki ketimbang masyarakat. “Undang-undang yang lahir memberi karpet merah kepada pemilik modal. Kalau aspirasi rakyat benar-benar diperjuangkan, rakyat tidak perlu lagi turun ke jalan, apalagi sampai ada korban jiwa,” ujarnya.
Ibrahim juga menyebut bahwa partai politik belum benar-benar menjadi pilar demokrasi, melainkan justru sumber masalah. Diskusi pun menyinggung perlunya pemimpin independen seperti almarhum BJ Habibie yang pernah memimpin transisi demokrasi tanpa intervensi partai.
“Habibie bisa mengambil keputusan berseberangan dengan elite karena ia tidak terikat partai. Itu contoh nyata bahwa kepemimpinan sejati bisa lahir tanpa tekanan politik,” katanya.
Peserta diskusi berharap Presiden Prabowo Subianto memberi ruang bagi DPR untuk menjalankan fungsi representasi rakyat secara bebas. “Harapan kami, pintu DPR tidak lagi digembok. Pemimpin besar membuka ruang dialog, bukan menutupnya,” ucap Husein.
Diskusi ditutup dengan doa bagi para korban unjuk rasa yang tewas maupun luka. “Mereka adalah simbol rakyat yang suaranya tidak terdengar. Pengorbanan itu jangan sampai sia-sia, tapi menjadi momentum perbaikan politik Indonesia,” katanya.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta