Sosok KH Muchtar Thabrani, Ulama Bekasi yang Mengubah Kampung Halaman Jadi Pusat Ilmu!
Tahun 1950, KH. Muchtar yang telah berusia sekitar 41 tahun menikah dengan Hj. Ni’mah Ismail gadis berusia 14 tahun anak dari Guru H. Ismail Tanah Rendah Jakarta.
Ketika itu beliau meminta dua orang sahabatnya, KH. Nur Ali (Ujung Harapan) dan KH. Tambih (Kranji) yang membantu dalam proses lamaran hingga acara pernikahan.
Dari pernikahan ini beliau dikaruniai 4 putra dan 3 putri, yaitu: (Almagh) KH. Aminuddin Muchtar, (Almagh) KH. Aminulloh Muchtar BA, KH. Ishomuddin Muchtar Lc, (Almagh) KH. Ishomulloh Muchtar M.Ed, Ustj. Dr. Hj. Hannanah Muchtar MA, Ustj. Hj. Nurhamnah Muchtar Lc, dan Ustj. Yayah Inayatillah Muchtar SH.
KH. Muchtar Thabrani biasa mengajar santri-santrinya sambil bekerja di kebun. Santri membaca kitab sementara beliau menyimak bacaan santri sambil menyabuti rumput liar yang tumbuh di kebun kangkung, cengkeh dan jeruk miliknya.
Disamping mengajarkan ilmu agama kepada para santri, beliau juga mengajarkan para santri keterampilan hidup seperti mengelola hasil tanam di kebun sebagai tambahan penghasilan. Jika panen tiba, santri-santrinya lah yang membawa hasil panen tersebut ke pasar.
Selama mengajar santrinya, KH. Muchtar Thabrani dikenal cukup tegas dan keras. Hal itu sebagai bentuk gemblengan agar para santri belajar dengan sungguh-sungguh dan tekun.
Namun, ada saja santri yang akhirnya putus dijalan karena kurang sungguh-sungguh dan mentalnya yang loyo. Dari 20 orang santri angkatan pertama yang mengaji pada beliau, kini tinggal sekitar 10 orang santri yang betul-betul tekun mengaji hingga tuntas dan mendapat ijazah dari beliau.
Dan terbukti, santri-santri yang benar-benar tekun mengaji pada beliau kini telah meneruskan perjuangan beliau dan telah banyak mendirikan Pondok Pesantren, madrasah dan majlis ta’lim. Diantaranya KH. Asmawi Bulak Sentul, KH. Mughni Rawa Bugel, KH. Alawi dan lain-lain.
Angkatan selanjutnya, termasuk di dalamnya putra-putri beliau, KH. Muchtar Thabrani tetap konsisten dengan sikap tegas dan kerasnya di dalam mengajar.
Boleh jadi, putra-putri beliau yang saat itu masih kecil-kecil telah dapat menghapal Al-Qur’an sebanyak 30 juz. Sehingga semua putra-putri beliau kini berhasil menjadi orang-orang yang ‘alim, orang yang memiliki ilmu yang tinggi dan meneruskan perjuangan beliau.
Di antaranya yaitu (Almagh) KH. Aminuddin Muchtar, (Almagh) KH. Aminulloh Muchtar BA, KH. Ishomuddin Muchtar Lc, (Almagh) KH. Ishomulloh Muchtar M.Ed, Ustj. Dr. Hj. Hannanah Muchtar MA, Ustj. Hj. Nurhamnah Muchtar Lc, dan Ustj. Yayah Inayatillah Muchtar, SH.
Beberapa hal yang tak pernah lepas dari KH. Muchtar Thabrani adalah, beliau tidak pernah sedikitpun lepas dari ikat sorbannya. Pada saat mengajar atau pun saat keluar dari rumahnya, beliau selalu terlihat dengan ciri khasnya itu.
Beliau juga orang yang sangat penyayang pada bintang. Pada saat beliau hendak menaiki becak yang menjemput beliau, ada satu semut terlihat berada di jok becak itu. Beliau lalu mengambil semut itu dan memindahkannya di batang pohon, setelah itu barulah beliau menaiki becak tersebut.
Beliau juga orang yang dikenal tak pernah lepas dari salam dan doanya bila berjumpa dengan orang, kendati kepada anak kecil sekalipun. Beliau selalu berucap, “Assalamu’alaikum ….. mudah-mudahan barokah…”
KH. Muchtar Thabrani juga dikenal dengan orang yang gemar berderma, padahal beliau sendiri adalah orang yang hidupnya sangat sederhana. Saking dermawannya beliau, banyak orang yang malah memanfaatkan kedermawanannya itu demi kepentingan pribadi.
Editor : Wahab Firmansyah