get app
inews
Aa Text
Read Next : Ini Dia 7 Pemilik Akun Medsos Provokasi Demo Ricuh, Ada Pasutri yang Ajak Geruduk Rumah Sahroni

Ahli Strategi AI: Penjarahan Rumah Anggota DPR Nonaktif Akibat dari Disinformasi!

Jum'at, 31 Oktober 2025 | 16:10 WIB
header img
Kondisi rumah Anggota DPR RI Uya Kuya di Pondok Bambu, Jakarta Timur usai digeruduk massa, beberapa waktu lalu. Foto: Iqbal Dwi Purnama/Dok

JAKARTA, iNewsBekasi.id- Kerusuhan yang terjadi pada akhir Agustus 2025 dan mengakibatkan perusakan fasilitas publik serta penjarahan di berbagai kota besar diduga kuat ditunggangi oleh kelompok tertentu. Hal itu diungkapkan oleh Grafolog, Pengamat Perilaku, sekaligus ahli strategi AI, Gusti Aju Dewi.

Dewi mengaku telah mengamati eskalasi peristiwa sejak gelombang demonstrasi menolak kenaikan pajak oleh Bupati Pati, Sudewo. Menurutnya, gerakan tersebut awalnya tampak murni dari aspirasi rakyat, namun perlahan berubah arah.

“Di titik itu saya sadar, ini bukan lagi gerakan spontan rakyat, tapi sudah ada yang mengatur, membingkai, dan menunggangi,” kata Dewi saat dihubungi, Jumat (31/10/2025).

Ia menilai, gelombang kerusuhan terjadi akibat opini publik digiring melalui disinformasi dan emosi sosial yang membuat logika masyarakat kacau. Hal itu menjadikan rakyat mudah dibenturkan hingga berujung pada tindakan anarkis.

“Berbeda dari perang fisik yang menumpahkan darah, perang ini menyerang pikiran dan persepsi manusia, mengubah cara kita memaknai realitas. Musuhnya tidak kelihatan, tapi dampaknya nyata. Rakyat diadu, dibakar emosinya, dijadikan pion dalam permainan besar,” imbuhnya.

Menurut Dewi, kondisi tersebut menjadi pemicu utama penjarahan dan serangan terhadap rumah pejabat publik pada Agustus lalu. Ia menegaskan bahwa disinformasi turut memengaruhi massa untuk bertindak di luar kendali hukum.

Dewi juga menyoroti sikap sejumlah pejabat publik seperti Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Uya Kuya, dan Eko Patrio, yang dinilainya kurang empatik terhadap situasi masyarakat. Meski demikian, ia menegaskan bahwa tindakan main hakim sendiri tidak bisa dibenarkan.

“Inilah bahayanya DFK (Disinformasi, Fitnah, Kebencian), ketika moral publik dibajak, orang merasa tindakannya benar padahal sudah melanggar hukum,” ujarnya.

Editor : Wahab Firmansyah

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut