"Bukan masalah sakti atau tidaknya tuan, tapi di depan rumah Abu Nawas terpajang papan yang bertuliskan, 'Sembuh bayar 100 dinar, kalau tidak sembuh uang kembali 1.000 dinar," ujar sang asisten.
"Oh pantas aku hari ini sepi pasien, tapi apa memang benar begitu?" tanya sang tabib penasaran.
"Saya lihat sendiri tuan, tapi anehnya pasien yang berobat ke Abu Nawas hampir semuanya sembuh dari penyakitnya," jawab sang asisten.
Mendengar penuturan asistennya, muncul sifat asli tabib palsu. Ia berencana menipu Abu Nawas.
"Beberapa hari ke depan untuk sementara kita tutup dulu. Biarlah Abu Nawas yang membuka praktik pengobatan," ucap sang tabib kepada asistennya.
"Memangnya kenapa tuan?" tanya asistennya penasaran.
"Aku punya rencana untuk menipu Abu Nawas. Aku pasti akan mendapatkan 1.000 dinar," jawab tabib palsu itu.
"Tapi bagaimana caranya?" tanya sang asisten bertambah penasaran.
"Begini, aku akan berobat ke tempat Abu Nawas. Aku akan berpura-pura sakit pada indera perasa lidahku. Kalau ditanya sembuh atau tidak, tentu saja aku akan mengatakan tidak, karena yang tahu sembuh atau tidaknya kan hanya aku," paparnya.
"Dengan begitu, aku bisa dapat dengan mudah mendapat 1.000 dinar," kata sang tabib menjelaskan.
Singkat cerita, datanglah tabib palsu itu ke rumah Abu Nawas. "Hai, Abu Nawas. Aku ingin berobat kepadamu," kata sang tabib.
"Bukankah kau seorang tabib? Kenapa malah berobat kemari?" tanya Abu Nawas.
"Iya benar, tapi di tempatku tidak ada obatnya, makanya aku datang ke sini," jawab sang tabib.
"Memangnya kamu sakit apa?" tanya Abu Nawas lagi.
"Begini, Abu Nawas. Entah kenapa lidahku mati rasa. Aku tidak bisa merasakan apa-apa," kata sang tabib berpura-pura mengeluh.
Editor : Eka Dian Syahputra
Artikel Terkait