Trubus juga menyinggung pengalaman kerja sama Indonesia dengan China dalam proyek kereta cepat Whoosh. Ia menilai kasus tersebut seharusnya menjadi pelajaran bagi pemerintah agar tidak mengulang kesalahan yang sama.
Menurutnya, lemahnya integritas birokrasi menjadi salah satu penyebab Tiongkok mudah masuk dalam proyek strategis nasional.
Ia menekankan pentingnya transparansi dalam proses tender agar publik mengetahui aturan main, urgensi, serta manfaat proyek secara jelas.
“Tender-tender seperti ini harusnya dibuka aja ke publik semuanya. Jadi bagaimana kemudian aturan mainnya dan bagaimana kemudian juga urgensinya. Jangan sampai nanti ujung-ujungnya mengancam kedaulatan,” ujarnya.
Trubus menilai China tidak hanya berorientasi pada bisnis, tetapi memiliki visi jangka panjang untuk menguasai teknologi dan sumber daya alam global.
Ia mengingatkan, kemampuan China yang kini mampu bersaing dengan Barat di bidang teknologi militer dan industri bukan tanpa alasan.
Dengan kekayaan sumber daya alam Indonesia—seperti nikel, batu bara, dan minyak, Trubus menilai negeri ini menjadi sasaran strategis bagi ekspansi Tiongkok.
Trubus menilai BIG tampak hanya berfokus pada pelaksanaan teknis tanpa mempertimbangkan dampak strategis terhadap kedaulatan negara.
“Yang dibenak mereka itu cuma melaksanakan pemetaan geospasial saja yang segera dilakukan. Yang diberikan cuma untungnya jangka pendek, jadi nggak mementingkan bahwa jangka panjangnya akan merusak seluruh kedaulatan negara,” jelasnya.
Ia menyarankan agar pemerintah tidak tergesa-gesa melanjutkan proyek ini dan segera melakukan evaluasi menyeluruh.
“Saran saya, proyek ini perlu dimapping ulang atau dikaji ulang, juga mempertimbangkan jangka panjangnya. Jadi aspek-aspek dampak dari jangka panjang itu yang penting,” ucapnya.
Editor : Wahab Firmansyah
Artikel Terkait
