Dari berbagai kejadian aneh yang dialami, akhirnya Agnes mempelajari Islam dan berkata, "Ya Allah terimalah aku menjadi seorang Muslim. Aku tak ingin di-Islamkan oleh manusia lain," ujar Agnes.
Agnes pun mengucapkan dua kalimat syahadat dan melaksanakan sholat secara sembunyi-sembunyi. Saat itu sang suami masih tetap rajin menjalankan ibadah di gereja. Martono selalu mengajak ke gereja namun Agnes kerap menolak ajakan tersebut dengan berbagai alasan.
Suatu malam Martono terkejut melihat Agnes sholat dengan celana panjang, jaket, dan syal yang dijadikan kerudung. Martono mulai kebingungan terhadap dirinya sendiri.
Tanggal 17 Agustus 2002, salah satu anak Agnes bernama Adi mengikuti lomba azan, padahal Adi masih menganut Katolik. Psikolog Agnes yang saat itu hadir di perlombaan mengingatkan Adi untuk menyuarakan bukan hanya untuk orang sekitar tapi juga alam semesta.
Adi ternyata menjuarai perlombaan azan tersebut. Sayang, Martono tidak hadir karena berasalan akan melakukan upacara di kantor. Mengetahui sang anak menang lomba azan, Agnes pun terharu. Namun hal yang menguras emosi tidak hanya sampai di situ, Martono yang semula mengatakan akan mengikuti upacara di kantor ternyata malah melaksanakan sholat di rumah.
Martono mengakui kepada Agnes bahwa kini dirinya juga telah memeluk Islam. Momen haru tersebut didengar oleh kedua anak mereka, Adi dan Ica, yang akhirnya juga ikut memeluk Islam. Keluarga penganut Katolik tersebut akhirnya resmi menjadi mualaf. Martono bahkan mewakafkan 7 hektare tanah untuk dijadikan Pesantren Baitul Hidayah di Bandung.
Wallahu a'lam bishawab.
Editor : Vitrianda Hilba Siregar