get app
inews
Aa Text
Read Next : KPK Ungkap Kasus Korupsi Pengadaan Iklan di Bank BJB, 5 Orang Jadi Tersangka

Kasus Gratifikasi Soleman, PN Tipikor Bandung Terbitkan Penetapan Jemput Paksa Saksi Davit

Senin, 17 Februari 2025 | 13:20 WIB
header img
PN Tipikor Bandung telah menerbitkan surat penetapan jemput paksa terhadap salah satu saksi dalam persidangan kasus gratifikasi Pimpinan DPRD Bekasi Soleman. Foto/Istimewa

CIKARANG, iNewsBekasi.id - Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung telah menerbitkan surat penetapan jemput paksa terhadap salah satu saksi dalam persidangan kasus gratifikasi yang menjerat oknum Pimpinan DPRD Kabupaten Bekasi, Soleman. Saksi yang dimaksud adalah Davit, yang telah dipanggil sebanyak tiga kali, namun tidak pernah hadir dalam sidang.

Kepala Sub Seksi Penuntutan Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi, Indra Oka mengungkapkan bahwa meskipun telah dilakukan pemanggilan secara sah, saksi tersebut tetap tidak memenuhi panggilan. “Karena itu, hakim memutuskan untuk menerbitkan penetapan jemput paksa,” ujar Indra Oka di Cikarang, Senin (16/2/2025).

Berdasarkan Pasal 112 ayat (2) KUHAP, setiap saksi yang dipanggil wajib hadir dalam sidang. Jika tidak, dapat dikenakan ancaman pidana penjara paling lama sembilan bulan. 

Penyidik dapat memanggil kembali orang tersebut dengan memerintahkan petugas apabila tidak memenuhi panggilan dan saksi yang bersangkutan dinyatakan telah melanggar kewajiban yang dibebankan hukum kepadanya.

Indra Oka menyampaikan dalam perkara pidana, saksi yang tidak memenuhi panggilan dapat diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan. Sementara untuk perkara lain, saksi yang tidak memenuhi panggilan dapat diancam dengan pidana penjara paling lama enam bulan.

"Penjemputan paksa dilakukan setelah pemanggilan yang dilakukan tidak dipenuhi. Kami bahkan telah memanggil yang bersangkutan sebanyak tiga kali secara patut namun saksi ini tidak pernah menghadiri sidang," tegasya.

Namun begitu tim jaksa penuntut umum pada kasus ini merasa sudah cukup mendengarkan keterangan para saksi lain pada sidang perkara tindak pidana korupsi dimaksud.

"Kamis nanti sudah masuk keterangan ahli. Saksi yang sudah dihadirkan ada 21 orang dan kami merasa sudah cukup untuk saksi-saksi tersebut," ucapnya.

Dalam kasus ini, meskipun saksi mangkir, jaksa penuntut umum merasa keterangan dari 21 saksi lainnya sudah cukup untuk melanjutkan persidangan. "Keterangan dari saksi-saksi yang sudah hadir cukup memberikan gambaran yang jelas tentang perkara ini," tambah Indra.

Soleman dalam kapasitas sebagai penyelenggara negara memberikan proyek-proyek APBD tersebut dengan nominal kontrak kegiatan bervariasi kepada terdakwa Resvi selaku rekanan pelaksana kegiatan infrastruktur di wilayah itu.

"Benar, semua bersaksi seperti itu. Objek gratifikasi ada dua kendaraan, Pajero Sport dan Sedan BMW. Saat beli Pajero ke Mangga Dua, Resvi mengajak Faisal, kan masih pasutri saat itu. Terus pas diberikan ke Soleman, diketahui pula oleh anaknya. Jadi ya semua keterangan itu saling menguatkan," ungkap Saksi Nofal Juanda.

Terkait kasus ini, Soleman telah ditetapkan sebagai tersangka pada 29 Oktober 2024, sehari setelah dilantik untuk kedua kalinya sebagai Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi. Ia diduga menerima gratifikasi atau suap dari Resvi, seorang pelaksana kegiatan fisik yang juga telah menjadi tersangka..

Kepala Kejari Kabupaten Bekasi, Dwi Astuti Beniyati mengatakan Soleman (SL) diduga melakukan tindak pidana korupsi penerimaan gratifikasi atau suap dari oknum pelaksana kegiatan fisik berinisial Resvi (RS) yang sudah terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka.

"Penetapan tersangka pada perkara ini merupakan pengembangan dari hasil penyidikan atas dugaan suap atau gratifikasi yang dilakukan tersangka RS pada tersangka SL," terangnya.

Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Kabupaten Bekasi, Ronald Thomas Mendrofa mengatakan Soleman disangkakan melanggar pasal alternatif 12 huruf a atau kedua Pasal 12 huruf e atau ketiga 12 huruf b atau keempat Pasal 5 ayat (2) junto Pasal 5 ayat (1) huruf a.

Kemudian atau kelima Pasal 5 ayat (2) junto Pasal 5 ayat (1) huruf b atau keenam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

"Ancaman pidana penjara minimal satu tahun dan maksimal 20 tahun. Bentuk pasal sangkaan itu alternatif, artinya salah satu dari pasal-pasal tersebut akan dibuktikan nanti di persidangan, mana yang paling sesuai dengan unsur perbuatannya," tutup Ronald.

Editor : Abdullah M Surjaya

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut