“Situasinya adalah di mana tingkat bunuh diri menembus atap di militer AS,” papar dia.
“Dalam kerangka waktu yang sama karena ada sekitar 7.000 kematian terkait pertempuran, dibandingkan lebih dari 30.000 anggota militer bunuh diri,” tutur dia.
“Saya benar-benar menyaksikan para korban merana, saya melihat para komandan menutupi serangan seksual, tidak melaporkannya ke penegak hukum dan, setiap kali saya menyampaikan kekhawatiran saya, mereka mulai membalas saya,” ungkap wanita itu.
Braley-Franck mengklaim pada satu titik dia sendiri menjadi korban dalam tindakan kontak seksual yang kasar, yang dilakukan oleh bos tentaranya.
Namun, sementara dia dapat melindungi hak-hak sipilnya, Braley-Franck berpendapat anggota militer tidak memiliki pilihan untuk berbicara menentang apa yang terjadi di militer, karena mereka menghadapi pengadilan militer.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait