KUALA LUMPUR, iNews.id - Sebanyak 78 ribu pasangan suami istri di Malaysia bercerai selama masa pandemi Covid-19 atau persisnya sejak sejak Maret 2020 hingga Agustus 2021. Hal ini disampaikan Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yaakob dalam sidang parlemen beberapa waktu lalu. Ismail merinci data dari pengadilan dan Departemen Kehakiman Syariah, sebanyak 66.440 pasangan merupakan muslim dan 10.346 dari agama lain.
"Pemicunya didominasi alasan ekonomi," ujarnya.
Dia mengakui pandemi yang memicu penerapan pembatasan termasuk lockdown memberikan tekanan pada pasutri serta keluarga mereka. “Krisis Covid-19 membuat pemerintah menerapkan MCO (perintah kendali pergerakan) sejak Maret tahun lalu, dan masyarakat, terutama kalangan berisiko, disarankan untuk tinggal di rumah demi memprioritaskan kesehatan dan nyawa mereka.
Baca Juga: Puluhan Santri Dipaksa Oral Seks Oleh Gurunya, Begini Pengakuannya
Hidup di bawah new normal terlihat berdampak pada beberapa aspek kehidupan, terutama institusi keluarga," kata Ismail.
Badan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Nasional melakukan survei berjudul 'Beban dan Tantangan Dihadapi Orangtua Menghadapi Gelombang Baru Pandemi Covid-19' tahun ini guna mengukur dampak pada pasutri.
Survei tersebut melibatkan 1.148 pasutri yang memiliki anak berusia 7 hingga 24 tahun, dilakukan antara 5 hingga 14 Maret.
Baca Juga: PAL Indonesia Segera Garap Kapal Tempur Canggih Frigate Arrowhead 140
“Menurut survei, 80 persen responden mulai merasakan impitan, baik secara ekonomi maupun kesehatan mental, selama gelombang ketiga pandemi dan setelah penerapan perintah kendali pergerakan (MCO 2.0),” ujarnya.
Pada aspek ekonomi keluarga, 28 persen responden mengatakan kondisi keuangan keluarga memburuk dibandingkan dengan gelombang Covid-19 dan penerapan MCO sebelumnya.
Survei tersebut juga mengungkap, 84,1 persen responden menderita tekanan emosional seperti cemas, gugup, dan khawatir selama gelombang ketiga wabah dan penerapan MCO kedua. Disebutkan pula, 63 persen pasutri menderita depresi dan efeknya mengakibatkan 20,4 persen orangtua sulit mengendalikan emosi.
“Diikuti dengan sulit tidur (16,8 persen) atau sakit kepala terus-menerus dan sakit perut (15,8 persen),” kata Ismail.
Editor : Vitrianda Hilba Siregar