"Dia ( Kusni Kasdut ) terlibat dalam hampir semua pertempuran besar di Surabaya," tulis Daniel Dhakidae dalam "Menerjang Badai Kekuasaan". Selama tiga minggu bertempur hebat dan terpaksa harus mundur, Kusni Kasdut bersama pejuang lain, keluar dari Surabaya.
Mereka mengubah taktik perlawanan perang gerilya. Sementara dengan didukung Inggris, Belanda kembali menduduki Surabaya. Kusni Kasdut bergeser ke Malang. Dalam pertemuan dengan laskar pejuang dari luar daerah, ia juga tahu Jakarta juga sudah diduduki Belanda.
Saat Belanda melancarkan agresi 21 Juli 1947, Kusni Kasdut yang sebelumnya bertahan di Kota Malang, ikut terdesak ke pendalaman. Bersama pejuang lain Kusni bertahan di Kepanjen. Yakni sebuah wilayah kecamatan yang saat ini masuk Kabupaten Malang.
Di Kepanjen, ia dan pasukannya beberapa kali terlibat bentrok dengan patroli pasukan Belanda. Di perlintasan tahun 1948-1949. Kusni Kasdut sempat ke Yogyakarta yang saat itu menjadi ibu kota Republik Indonesia. Ia berharap bisa bergabung dengan Barisan Bambu Runcing yang hendak dikirim bertempur ke Bandung, Jawa Barat. Namun gagal.
Barisan itu tidak jadi terbentuk. Kusni kemudian masuk pasukan khusus laskar Brigade Teratai, sebagai Staf Pertempuran Ekonomi, departemen ekonomi. Pasukan khusus yang memiliki tangsi militer bernama Asrama Pandu Teratai ini beranggotakan orang-orang dari dunia gelap. Pelacur, germo, garong, perampok, dan pencuri.
Brigade Teratai didirikan pemimpin revolusi Surabaya Dr Moestopo yang telah menjabat Penasehat Presiden bidang kemiliteran, dan berkantor di ibu kota Yogyakarta. Moestopo yang selalu berapi-api tetap meyakini kekuatan revolusi tidak terletak pada kelengkapan peralatan. Tapi lebih pada kekuatan rakyat.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta